PENDAHULUAN
Hewan mempunyai
kebiasaan makan. Pada hewan kecil tak jarang ditemukan benda asing pada organ
intestine (usus). Masuknya benda asing kedalam saluran pencernaan dimungkinkan
karena kekurangan pakan sehingga hewan cenderung memakan apa saja di
sekitarnya. Tertelan saat bermain dan kebiasaan menggigit-gigit benda asing
yang ada di sekitarnya. Benda asing yang biasa ditemukan pada intestinum adalah
batu, koin, tutup botol dan lain-lain. Adanya benda asing di dalam intestine
akan mengganggu kesehatan hewan. Kasus-kasus seperti ini sering sekali
ditemukan. Terapi operasi yang biasa dilakukan adalah dengan enterotomi.
Enterotomi
merupakan tindakan penyayatan yang dilakukan pada dinding usus untuk mengambil
benda asing dan dilakukan apabila jaringan usus masih baik yaitu bila pulsasi
masih ada, jaringan tidak mengalami nekrosis, elastisitas usus masih baik,
warna jaringan masih muda. Diagnosa terhadap benda asing dapat dilakukan dengan
palpasi pada daerah abdomen dimana ditemukan masa pada dinding dasar abdominal.
Diagnosa juga dapat dilakukan melalui pemeriksaan radiologi. Pada pemeriksaan radiology
akan terlihat bentukan radioopaque, tidak tembus sinar x-ray karena benda asing
bersifat padat pada daerah tersebut.
TUJUAN
Tujuan
dilakukan enterotomi antara lain untuk biopsi, pengambilan benda asing,
pengobatan atau traumatik, eksisi massa dan adhesi yang bersifat obstruktif
serta segmen-segmen yang tidak bermanfaat seperti kotoran-kotoran yang
terkumpul mengikuti kejadian hernia strangulasi. Selain itu juga dilakukan untuk pemeriksaan luminal.
TINJAUAN
PUSTAKA
Anatomi Usus Halus
Anjing
Usus halus
anjing memiliki panjang rata-rata 5 meter dan menempati sebagian besar rongga
abdomen di caudal dari hati dan lambung. Secara anatomis terbagi menjadi 3
bagian, yaitu duodenum yang merupakan bagian terpendek, jejunum yang merupakan
bagian terpanjang dan ileum (Fossum, 2002).
Usus
halus anjing terdiri dari tiga bagian yang dapat dibedakan berdasarkan susunan
atau struktur histologisnya yaitu duodenum, jejunum dan ileum berdasar pada
perbedaan-perbedaan struktural histologis/mikroskopis. Duodenum merupakan
bagian yang pertama dari intestinum tenue. Duodenum amat dekat dengan dinding
tubuh dan terikat pada mesenterium yang pendek. Duktus dari pancreas dan hati
masuk ke bagian pertama dari duodenum pada jarak pendek di belakang pylorus.
Jejunum dapat dengan jelas dibedakan dengan duodenum. Didalam duodenum bermuara
saluran pancreas dan empedu (Frandson, 1993). Duodenum disuplai oleh arteri
duodenalis yang merupakan cabang dari arteri pancreatico duodenalis cranialis
dan caudalis (Miller, 1969).
Jejunum bermula
kira-kira pada posisi dimana mesenterium mulai kelihatan memanjang. Jejunum dan
ileum bersambung dan tidak ada batas yang jelas diantaranya (Frandson, 1993),
usus halus ini terletak ventro caudal abdomen. Jejunum merupakan usus halus
bagian tengah dan paling panjang. Jejunum bermula pada bagian kiri akar
mesenteric dimana duodenum ascending menurun pada flexura duodenal. (Fossum,
2002).
Bagian terakhir
dari intestinum tenue adalah ileum (Frandson, 1993). Ileum merupakan usus halus
yang memiliki panjang 15 cm. Ileum ditandai oleh adanya lipatan ileocecal yang
akan berhubungan dengan colon dan mengandung pembuluh darah arteri mesenterika illealis
(Fossum, 2002).
Intestinum
tenue mempunyai beberapa lapisan yakni tunika mukosa, tunika submukosa, tunika
muskularis dan tunika serosa. Tunika mukosa duodenum memiliki banyak vili dan
plika sirkularis. Glandula intestinalis mencolok. Kelenjar submukosa dapat
dijumpai. Nodulus limfatikus mungkin ada tetapi jarang. Vili biasanya lebar dan tumpul. Pada jejunum
kelenjar submukosa terbatas pada bagian permukaan. Vili lebih kecil, tinggi dan
jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan duodenum. Nodulus limfatikus
terdapat di lamina propia dan submukosa. Pada ileum sel piala merupakan
gambaran mencolok. Nodulus limfatikus agregati sering ditemukan di
mukosa-submukosa, vili mengecil dan tidak terdapat plika (Maximo and Bloom,
1957).
Enterotomi
Enterotomi
terdiri dari dua kata yaitu enetero yang berarti organ dalam (usus) dan tomi
yang berarti penyayatan. Enterotomi merupakan tindakan penyayatan yang
dilakukan pada dinding usus. Enterotomi dilakukan untuk mengatasi
kelainan-kelainan yang ada di usus seperti adanya benda asing dan terapi-terapi
lainnya yang berhubungan dengan usus.
Enterotomi
dilakukan dengan menyayat dinding usus secara longitudinal. Penyayatan
dilakukan pada daerah dengan sedikit inervasi pembuluh darah. Penyayatan pada
enterotomi sebaiknya tidak terlalu
lebar, hal ini dikarenakan jaringan pada usus sangat lunak, lembut dan mudah
robek. Apabila sayatan terlalu lebar maka akan mempersulit pada saat
penjahitan. Sayatan dilakukan secukupnya atau jika terdapat benda asing pada
lumen usus, sayatan sebaiknya sepanjang benda asing yang akan dikeluarkan
dengan benda asing tersebut digunakan sebagai tumpuan saat menyayat.
Premedikasi
Atropin
sulfat
Atropin sulfat
merupakan antikolinergik yang paling sering digunakan. Obat-obat golongan ini disebut juga anti muskarinik atau parasimpatolitik. Mekanisme
kerjanya pada umumnya menghambat pada tempat yang disarafi oleh serabut
postganglion kolinergik, dimana asetilkolin sebagai neurotransmiter. Atropin
digunakan sebagai premedikasi anastesi
dengan tujuan utama untuk menekan produksi air liur dan sekresi jalan nafas dan
juga mencegah reflek yang menimbulkan gangguan jantung atau mencegah timbulnya
bradikardia. Meskipun demikian pemberian atropin berpengaruh pada susunan
syaraf pusat yang kemudian merangsang medula oblongata, pada mata menimbulkan
midriasis, mengurangi sekret hidung, mulut, faring dan bronkus (Sardjana dan
Kusumawati, 2004). Pada sistem kardiovaskuler atropin berpengaruh terhadap
jantung yang bersifat menghambat peristaltik lambung dan usus (Brander et
all, 1991).
Atropin sulfat bersifat reversibel dan pada pemberiannya dapat
dimetabolisir oleh semua spesies (Brander et al, 1991. Dosis yang
dianjurkan untuk anjing dan kucing adalah 0,022-0,044 mg/kg BB. Atropin sulfat
dapat diberikan secara subcutan, intramuskuler atau intravena. Pemberian secara
intravena digunakan apabila ingin berefek cepat.
Keuntungan antikolinergik sebagai
premedikasi adalah menurunkan sekresi saliva, menurunkan motilitas intestinal,
menurunkan keasaman cairan gastrium, menghambat bradikardi oleh stimulasi
vagal, menurunkan motilitas intestinal. Dan menyebabkan bronkodilatasi.
Sedangkan kerugiannya adalah peningkatan kecepatan metabolisme, peningkatan
denyut jantung, dapat menyebabkan bradikardia atau takikardia dan dilatasi
pupil.
Anastesi Umum
Ketamin HCl
Ketamin HCl merupakan larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar
dan relatif aman (batas keamanan lebar). Ketamin mempunyai sifat analgesik,
anastetik dan kataleptik dengan kerja singkat. Sifat analgesiknya sangat kuat
untuk sistem somatik, tetapi lemah untuk sistem visceral. Tidak menyebabkan
relaksasi otot lurik, bahkan kadang-kadang tonusnya sedikit meninggi (Kumar,
1997). Ketamin HCL (ketalar,vetalar) adalah dl-2-(0-klorofenil)-2-9metilamino)
sikloheksan HCL. Konsentrasi efektifnya 10, 50, dan 100 mg/ml dan cocok untuk
injeksi secara intra muskuler atau inta vena. Pemberian anastesi secara intra
vena sering digunakan untuk mendapatkan induksi anastesi yang cepat, yang
kemudian dipertahankan dengan obat inhalasi yang tersedia.
Ketamin bersifat lipofilik, dan dengan cepat akan didistribusikan ke
seluruh organ yang mempunyai banyak vaskularisasi, termasuk otak. Selanjutnya
akan didistribusikan kembali kejaringan
bersama metabolisme hati, urin, dan sekresi empedu. Ketamin akan memasuki
sirkulasi ke otak, namun pada saat bersamaan seperti halnya barbiturat,
diredistribusikan ke organ dan jaringan lain. Dosis yang dianjurkan untuk
anjing dan kucing adalah 10-20 mg/kg BB secara intramuskuler (Kumar, 1997).
Ketika digunakan sebagai obat tunggal, ketamin tidak menghasilkan relaksasi
muskulus skeletal yang baik, dan dapat mencapai recovery dengan segara dan
biasanya dapat menyebabkan konvulsi pada anjing dan terkadang kucing. Untuk
menghindari efek tersebut, banyak dokter hewan yang menggunakan ketamin
bersama-sama dengan diazepam, acepromazin, xylazine thiobarbiturat atau
anastesi inhalasi.
Xylazine
Nama lain xylazine adalah
2(2,6-dimethylphenylamino)-4H-5,6-dyhidro-1,3-thiazine-hydrocloride). Merupakan
sedativa non narkotik yang poten dan analgesik serta merupakan relaksan
muskulus yang baik. Efek sedativa dan analgesia bekerja mendepres sistem syaraf
pusat dan relaksasi muskulus karena terhambatnya transmisi intraneural dari
impuls pada sistem saraf pusat.
Xylazine diklasifikasikan sebagai
analgesika juga mirip sedativa, namun bukan neuroleptik atau transquilizer.
Xylazine menghambat efek adrenergik dan kolinergik neuron sehingga terjadi
analgesia dan sedasi, efek samping yang bisa terjadi pada anjing yaitu muntah.
Dosis untuk anjing adalah 1-2 mg/kg BB diberikan secara intramuskuler (Kumar,
1997).
Ketamin-Xylazine
Kombinasi
antara ketamin dan xylazine merupakan kombinasi terbaik bagi kedua agen ini
untuk menghasilkan analgesia. Banyak hewan yang teranastesi secara baik dengan
menggunakan kombinasi ini. Anastesi dengan ketamin-xylazine memiliki efek lebih
pendek jika dibandingkan denga pemberian ketamin saja, tetapi kombinasi ini
menghasilkan relaksasi muskulus yang baik tanpa konfulsi. Emesis sering terjadi
pasca pemberian ketamin-xylazine, tetapi hal ini dapat diatasi dengan pemberian
atropin 15 menit sebelum pemberian ketamin-xylazine. Efek anastesi akan timbul
setelah 10-30 menit,
dan kembalinya kesadaran timbul setelah 1-2 jam.
Antiseptik
dan Desinfektan
Alkohol 70%
Alkohol
merupakan antiseptik umum, pelarut yang baik dan disinfektan, jika
diaplikasikan secara lokal pada jaringan alkohol mempunyai efek sebagai anti
bakteri dan germisid yang kuat (Brander, 1991).Alkohol sebagai antiseptika
banyak dipakai dalam persiapan operasi dan persiapan penyuntikan, sedang
alkohol sebagai desinfektansia banyak dipakai untuk mencuci alat-alat
kedokteran dan sterilisasi sebelum pengambilan bahan-bahan secara aseptis.
Alkohol sering digunakan bersama antiseptik lain, sehingga daya membunuh
bakterinya menjadi lebih kuat. Sediaan alkohol meliputi etyl alkohol 70-95%,
isopropyl alkohol 70-95%, dan campuran alkohol 205 dengan cloramin 3%.
Iodium Tincture
(Povidon Iodin)
Iodine
merupakan germisidal yang bekerja dengan cepat, bakteri terbunuh dalam waktu 1
menit, dan spora bakteri akan terbunuh setelah 15 menit. Iodine juga dapat
untuk mengobati luka, serta melawan infeksi jamur dan parasit (subronto, 2001).
Sediaan iodine yang banyak digunakan adalah yodium tincture dan larutan lugol.
Kedua larutan ini apabila terkena luka akan menyebabkan rasa perih, dapat
merusak alat-alat kedokteran karena sufatnya yang korosif, serta meninggalkan
bekas warna pada jaringan.
Selain
untuk disinfeksi yodium juga dipakai untuk mengobati luka serta melawan infeksi
jamur dan parasit. Kemampuan yodium dalam menembus dinding sel sangat tinggi
dan karena adanya gangguan metabolisme di dalam protoplasma kuman akan mati. Larutan tersebut apabila mengenai luka akan menyebakan
rasa perih dan warna pada jaringan (Brander,1991).
Kalium
Permanganat
Kalium Permanganat (KMnO4) tersedia dalam
bentuk kristal berwarna ungu dan mudah larut dalam air. PK mempunyai daya
membunuh kuman yang tinggi. Hampir semua jenis kuman dapat terbunuh dengan
antiseptik ini. Dalam konsentrasi yang tidak merusak jaringan, spora kuman
tidak terpengaruh oleh PK (Brander et al., 1991).
Penstrep
Penstrep merupakan obat campuran
antara penicillin dan streptomisin sehingga dapat diharapkan daya kerjanya
berspektrum luas. Penicillin bekerja dengan menghambat kerja enzim
transpeptidase pada pembentukan dinding sel bakteri sehingga hanya efektif pada
bakteri gram positif. Sedangkan streptomisin bekerja dengan menghambat sintesa
protein bakteri langsung pada ribosom sub unit 30 S dan mengganggu penerjemahan
kode genetik sehingga efektif terhadap bakteri gram negatif (Brander,1991).
Obat
Yang Digunakan Pasca Operasi
Ampicillin
Ampicillin merupakan prototip aminopenisillin berspektrum luas, tetapi
aktivitasnya terhadap kokus gram positif kurang daripada penicillin G. semua
penicillin golongan ini dirusak oleh betalaktamase yang diproduksi oleh dinding
sel kuman karena proses transpeptidasi antar rantai peptidoglikan terganggu,
kemudian terjadi aktivasi enzim proteolitik pada dinding sel.
Ampicillin diabsorbsi dengan baik pada saluran gastrointestinal. Pemberian
peroral mencapai puncak konsentrasi serum dalam jangka waktu 2 jam.
Didistribusikan keseluruh tubuh meskipun hanya sebagian kecil yang masuk
kecairan cerebrospinal dan dalam konsentrasi tinggi terdapat dalam hati dan
ginjal (Brander,1991). Dosis pemberian ampicillin secara peroral untuk anjing
10-20 mg/kg BB dan secara parenteral diberikan 5-10 mg/BB (Kirk dan Bistner,
1985).
Infus Ringer’s Dextrose 5 %
Merupakan larutan Ringer berupa larutan jernih, tidak berwarna, steril dan
bebas pirogen yang terdiri dari glukosa anhidrat (50g/l) sebagai sumber energi
dan tekanan osmotik darah dan organ-organ dalam tubuh, KCL (0,3 g) yaitu berupa
garam untuk mengatasi hipokalsemia dan hipokloremia, CaCL2 (0.48 g) yaitu garam
penting untuk menjaga fungsi syaraf dan otot. Indikasi sebagai pengganti cairan
elektrolit dan sumber kalori, sebagai penambah volume darah pada keadaan shock,
dehidrasi dan perdarahan, serta untuk mengatasi alkalosis dan asidosis
(menormalkan PH darah) (Kirk dan Bistner, 1985).
Ringer’s dektrose adalah cairan pengganti yang berisi glukosa. Kandungan
kalori larutan tersebut adalah 0,17 kcal/ml. pemberian infus larutan ringers
dektrose dilakukan secara intravena. Ringer’s dektrose digunakan pada kasus
dehidrasi, kehilangan cairan, shock, edema subkutan, gangguan saluran
pencernaan dan obstruksi intestinum (Kirk dan Bistner, 1985).
Betadine
Betadine
salep dengan kandungan povidone iodine 10% digunakan untuk penyembuhan terhadap
luka bakar, luka karena infeksi, ataupun luka yang lambat sembuh, seperti pada
penderita diabetes. Pengalaman klinis menunjukkan bahwa betadine salep daya
kerjanya tidak terpengaruh oleh adanya darah ataupun nanah, proses penyembuhan
luka cepat, dan tidak menimbulkan noda di kulit maupun pakaian (larut dalam
air).
Salep Bioplasenton
Bioplacenton® diproduksi oleh P.T. Kalbe Farma, berupa sediaan
jelly mengandung ekstrak Placenta 10%, Neomisin Sulfat 5% dan jelly q.s. Ekstrak placenta yang terkandung dalam Bioplacenton® berperan
sebagai biogenic stimulator yang akan mempercepat regenerasi sel dan
penyembuhan luka. Ekstrak placenta mengandung protein, asam amino, vitamin dan
mineral. Selain itu juga mengandung enzim yang bersifat bioaktifator yang akan
mengaktivasi aliran darah ke kulit dan dapat meningkatkan kemampuan kulit
mengkonsumsi oksigen sehingga metabolisme dalam sel atau jaringan pun
meningkat, yang nantinya akan menstimulir regenerasi sel pembentukan sel-sel
kulit yang baru.
Neomisin sulfat yang terkandung dalam obat ini biasa digunakan untuk
pengobatan keratitis dan konjungtivitis pada anjing, keratokonjungtivitis pada
ternak dan otitits eksterna akut pada anjing (Booth, 1988). Preparat ini biasa
digunakan untuk mencegah infeksi pada luka sobek, luka lacerasi atapun abrasi
pada sapi, kuda, kucing dan anjing. Preparat ini juga dapat digunakan untuk
mencegah infeksi pasca operasi seperti pada amputasi declaw, potong ekor
ataupun kastrasi (Booth, 1988).
MATERI
DAN METODE
MATERI
Alat yang digunakan
berupa :
- scalpel handle dan blade
- gunting lurus dan bengkok
- needle holder
- jarum bulat dan jarum segitiga
- benang cat gut chromic
dan cat gut plain, benang katun
- pinset anatomis dan chirurgis
- allis forceps,
- hemostatic forceps (mosquito, rochester, oschner forceps)
- forcep intestinal
- duk steril dan duk klemp
- silet, kapas, tampon, dan
spuit
- Sarung tangan dan masker
Bahan-bahan yang
digunakan pada enterotomi meliputi
- air sabun
- Alkohol 70 %
- Yodium tincture
- larutan PK 0,1%
- preanastesi medikasi dengan
Atropin Sulfat 0,025 % dosis 0,04 mg/Kg BB
- anastesi (Xylazin 2 % dosis 2
mg/Kg BB dan Ketamin HCl 10 % dosis 10 mg/Kg BB)
- larutan Penicillin – Streptomycin
- injeksi Ampicilin 10 % dosis 10 mg/Kg BB
- salep Bioplacenton®
- infus RD 5 %
METODE
Persiapan Hewan
Sebelum operasi dilakukan, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan fisik secara umum
meliputi tekanan darah, frekuensi pulsus, frekuensi nafas, suhu tubuh, keadaan
umum dari anjing tersebut, dan dilakukan pemeriksaan darah rutin. Jika
anjing dinyatakan memenuhi syarat, maka operasi dapat
dilaksanakan. Anjing harus dipuasakan makan selama 12 jam dan puasa minum selama 6 jam
terlebih dahulu sebelum operasi dilakukan dengan
tujuan agar kondisi usus dalam keadaan kosong sehingga anjing tidak muntah
dalam kondisi teranastesi. Daerah sekitar abdomen, terutama daerah
sekitar linea mediana, dibersihkan bulunya, yaitu dengan cara daerah tersebut
dibasahi dengan air sabun terlebih dahulu kemudian dicukur bulunya menggunakan
silet yang tajam searah dengan arah rebah bulu, kemudian daerah tersebut
dibersihkan dengan air lalu di olesi dengan alkohol 70 % ditunggu kira-kira 2
menit baru diolesi dengan iodium tincture secara sirkuler.
Hewan kemudian diberi preanastesi
medikasi dengan Atropin Sulfat 0,025 % dengan dosis 0,04 mg/Kg BB secara sub
kutan. Setelah 15 menit, hewan di anestesi dengan menggunakan campuran Ketamin
HCl 10 % dosis 10 mg/Kg BB dan Xylazin 2 % dosis 2 mg/Kg BB secara intra
muskuler.
Persiapan
Meja dan Alat Operasi
Meja operasi disterilisasi dengan cara dilap dengan lap
basah kemudian dikeringkan. Meja operasi
disterilkan dengan menggunakan air sabun dan dilap sampai bersih dan kering.
Alat operasi dalam keadaan steril diletakkan dimeja khusus dan disusun secara
urut didekat meja operasi.
Persiapan
Operator dan Co-operator
Operator
dan co-operator harus dalam keadaan aseptis dan steril selama berlangsungnya
operasi. Tangan dicuci bersih dari ujung jari sampai siku dengan sabun dan
disikat kemudian dibilas dengan air bersih yang
mengalir sampai bersih kemudian didesinfektan
dengan menggunakan larutan PK 0,1%. Selama operasi operator dan
Co-operator menggunakan masker, sarung tangan dan pakaian khusus operasi untuk
meminimalkan kontaminasi. Apabila gaun operasi sudah dipakai operator harus
berhati-hati sehingga tidak bersentuhan dengan obyek atau barang lain.
Pelaksanaan operasi
Setelah hewan dalam keadaan
teranestesi, hewan diletakkan di atas meja operasi dengan posisi rebah dorsal.
Untuk mempertahankan posisi tersebut, keempat kaki hewan difiksasi pada meja
operasi. Daerah linea alba diolesi dengan alkohol secara sirkuler dari sentral
ke perifer, kemudian setelah kering (± 2 menit) diolesi dengan yodium tincture
dengan cara yang sama walaupun setelah pencukuran bulu tadi sudah diolesi
tetapi sebelum operasi baru akan dimulai perlu diolesi dengan alkohol dan
iodium tincture lagi.. Setelah itu duk dipasang dan difiksir dengan duk klemp.
Operasi dimulai dengan melakukan
incisi pada kulit, kemudian dilajutkan dengan membuka subcutan, linea alba dan
terakhir peritoneum yang tipis. Incisi dilakukan pada linea mediana, tepatnya
mulai dari umbilikus kearah kaudal (6-12 cm) dengan menggunakan scalpel,
setelah itu dilakukan preparasi tumpul dengan menggunakan gunting untuk
mempermudah mendapatkan linea alba. Bagian kiri dan kanan dari linea alba
dijepit dengan menggunakan allis forceps kemudian dibuat irisan kecil secara
hati-hati dengan menggunakan ujung gunting atau scalpel. Irisan tersebut diperpanjang
dengan menggunakan gunting. Tepi irisan dikuakkan dengan menggunakan allis
forceps sehingga rongga abdomen terbuka dan usus yang akan dioperasi dapat
dikeluarkan.
Incisi pada dinding usus dilakukan
pada daerah dimana vaskularisasinya sedikit. Di antara bagian usus yang akan
diincisi dijepit pada bagian kanan dan kirinya dengan klem usus agar tidak
merusak jaringan. Incisi dilakukan diantara dua klem pada sisi antimesenterium
dari usus. Incisi dilakukan sampai lumen dengan lebar incisi sesuai kebutuhan.
Penutupan
dinding usus dilakukan dengan pola jahitan Connel, yaitu jahitan mencapai
daerah lumen usus. Bisa juga dengan pola jahitan Cushing atau Lambert ataupun
dengan jahitan sederhana tunggal menggunakan benang cutgut chromic. Sebelum
rongga perut ditutup, dilakukan uji pada
sambungan usus yang berfungsi untuk memastikan tidak adanya kebocoran atau
kebuntuan pada daerah jahitan dengan cara :
a.
Memasukan cairan
berupa larutan penstrep ke dalam lumen usus pada daerah jahitan, dimana sebelumnya dilakukan
pembendungan di sisi kanan dan kiri usus.
b.
Memasukkan atau
menekan ujung jari tangan ke daerah jahitan.
Setelah
jahitan selesai, usus dikembalikan ke dalam cavum abdomen ke posisinya semula
dan masukkan larutan penstrep ke dalam cavum abdomen untuk meminimalisir
kemungkinan kontaminasi. Bersihkan bagian usus dan seluruh abdomen jika terjadi
kontaminasi. Tempatkan omentum di atas garis jahitan sebelum menutup bagian
perut (Fossum, T.W. 2002).
Penutupan dinding abdomen dimulai
dengan penjahitan linea alba dan peritoneum serta musculus obligus abdominis internus dan
musculus obligus abdominis eksternus dengan teknik sederhana tunggal
menggunakan catgut chromic dan jarum bulat. Jaringan subkutan dijahit
dengan pola sederhana menerus dengan menggunakan benang ca gut plain,
kemudian kulit dijahit dengan pola sederhana tunggal menggunakan benang katun.
Bagian yang dijahit tersebut kemudian diolesi dengan yodium tincture 3% dan
salep isodine. Untuk menghidari infeksi sekuder maka hewan diinjeksi dengan
ampicillin 10 % dengan dosis 10-40 mg/Kg BB secara intra muskuler sebanyak
volume yang telah ditentukan.
Perawatan Pasca
Operasi
Selama hewan masih teranestesi
dilakukan infus RD 5% untuk mengganti cairan yang hilang dan koreksi keseimbangan
elektrolit secara intravena. Hewan dipantau frekuensi nafas, suhu dan pulsusnya
setiap 10 menit mulai teranastesi sampai hewan kembali sadar.
Perawatan
pasca operasi meliputi pemberian antibiotika yaitu ampicillin 10% dengan dosis
10-40 mg/kg BB secara intramuskuler selama 5 hari. Luka bekas operasi diolesi
dengan salep Betadine atau Bioplasenton dua kali sehari sampai luka mengering.
Selain itu juga dilakukan monitoring terhadap denyut jantung, pernafasan dan
temperatur tubuh. Infus diberikan selama pasca operasi secara intravena atau
subkutan untuk mencegah adanya dehidrasi. Sejumlah kecil air dapat diberikan
8-12 jam setelah operasi. Jika tidak terjadi muntah, 12-24 jam setelah operasi
sejumlah kecil makanan yang halus dan memiliki kadar lemak yang rendah dapat
diberikan 3-4 kali sehari. Pemberian makan normal dapat secara bertahap
diberikan 48-72 jam setelah operasi Pengambilan
jahitan dilakukan 1 minggu pasca operasi (Fossum, 2002).
HASIL
Pada
tanggal 4 Agustus 2010 anjing lokal bernama Hitam, berat badan 5,2 kg dioperasi
enterotomi. terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan umum dan pemeriksaan fisik.
Hal ini untuk mengetahui kondisi pasien berkenaan dengan anestesi yang akan
dilakukan.
A.
Pra
Operasi
Sebelum
dilakukan penanganan, dilakukan pemeriksaan fisik terlebih dahulu. Hasil
pemeriksaan fisik anjing tersebut adalah berikut :
Anamnesis :
Nafsu
makan bagus, belum pernah di vaksin, tidak diare.
Status
Praesens :
a.
|
Keadaan umum
|
kondisi tubuh
sedang, ekspersi muka takut
|
b.
|
Frekuensi nafas
|
36x/menit
|
c.
|
pulsus
|
120x/menit
|
d.
|
suhu
|
38,6ºC
|
e.
|
Kulit dan
rambut
|
turgor kulit
normal, rambut tidak rontok
|
f.
|
Selaput
lendir
|
conjungtiva
normal, CRT < 2detik
|
g.
|
Kelenjar-kelenjar
limfe
|
palpasi kelenjar
limfe tidak pembengkaan
|
h.
|
Pernafasan
|
nafas
tipe thoraco abdominal
|
i.
|
Peredaran
darah
|
sistole
diastole dapat dibedakan
|
j.
|
Pencernaan
|
mulut dan
ginggiva bersih, palpasi abdomen tidak ada rasa
sakit dan kosong, anus bersih.
|
k.
|
Kelamin dan
perkencingan
|
palpasi ginjal
dan vesica urinaria tidak ada rasa sakit
|
l.
|
Syaraf
|
reflek pupil,
palpebrae dan pedal bagus
|
m.
|
Anggota gerak
|
anjing mampu
berdiri dan berjalan dengan normal
|
B. Operasi
Pelaksanaan operasi dimulai sekitar pukul
15.00 WIB. Hasil
pelaksanaan Operasi:
C.
Post
Operasi
Perawatan terhadap anjing diberikan
terapi berupa Inj. Ampicillin dan Salep Bioplacenton. Selain itu juga dilakukan
monitoring perkembangan kondisi anjing pasca operasi selama 6 hari. Anjing hari1-3 pasca operasi hanya diberi infus RD
5% sebanyak siang hari.. Hari ke-4 dan ke-5 pasca operasi, anjing diberi
makanan gerusan hati ayam. Hari ke-6 pasca operasi, anjing diberi makanan
berupa nasi dicampur hati. Hari
ke-8 dilakukan pencabutan jahitan dan pertautan kulit tampak sudah menutup.
PEMBAHASAN
Pada tanggal 4 Agustus 2010 anjing lokal bernama Hitam, berat badan 5,2 kg,
dibawa ke Bagian Bedah dan Radiologi Poliklinik Hewan Fakultas Kedokteran
Hewan. Anjing secara umum dalam keadaan sehat, nafsu makan dan minum normal, tidak diare, cacingan,
tidak muntah, belum pernah divaksin, diberi obat cacing (Drontal) dua hari
sebelumnya.
Sebelum
dilakukan operasi, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan umum, pemeriksaan
fisik. Hal ini untuk mengetahui kondisi pasien berkenaan dengan anestesi yang
akan dilakukan. Hasil pemeriksaan fisik menunjukan
ekspresi muka takut, kondisi tubuh sedang. Frekuensi nafas 36 kali per menit,
frekuensi pulsus 120 kali per menit, dan suhu tubuh 38,6oC. Turgor
kulit normal (<2 detik), rambut tidak rontok dan bersih. CRT <2 detik
Limfoglandula superficial tidak mengalami perubahan
(tidak bengkak, tidak mengalami atropi, dan tidak ada rasa sakit saat
dipalpasi). Mulut anjing tersebut bersih, palpasi abdomen tidak ada rasa sakit,
dan anus bersih. Cuping hidung lembab dengan tipe nafas thoraco-abdominal.).
Suara sistole dan diastole dapat dibedakan secara jelas dan normal (ritmis).
Palpasi ginjal tidak mengalami rasa sakit serta urinasi normal. Reflek pupil,
palpebrae, dan pedal baik, serta anjing mampu berdiri dan berjalan dengan
keempat kaki secara normal. Dari hasil pemeriksaan umum dan pemeriksaan
fisik, hewan tidak mengalami perubahan patologis.
Hewan
dipuasakan makan selama 12 jam dan puasa minum 6 jam sebelum operasi sedangkan
untuk anjing muda puasa selama 8 jam untuk makan dan 4 jam untuk minum sudah
memadai (Fossum, 2002). Adapun tujuan dari puasa tersebut adalah untuk
mengosongkan isi lambung sehingga pada saat operasi dapat mencegah terjadinya
muntah. Lambung yang terisi penuh dapat menyebabkan muntah sehingga menimbulkan
terjadinya aspirasi yang dikhawatirkan berakibat slikpneumonia, selain itu
lambung yang penuh akan mengurangi pergerakan diafragma sehingga mengganggu
respirasi (Sardjana dan Kusumawati, 2004). Berfungsi pula untuk menurunkan
kadar darah sehingga hewan saat teranastesi narkosenya menjadi lama.
Premedikasi yang digunakan adalah injeksi Atropine Sulfat 0,025 % dengan
dosis 0,04 mg/kg BB secara subkutan dengan berat badan 5,2 kg sehingga volume
obat yang diberikan 0,8 cc. Pemberian Atropine Sulfat akan berefek penekanan
terhadap sekresi air liur dan mukus bronkus, dilatasi pupil, gangguan akomodasi
dan penghambatan nervus vagus terhadap jantung, juga menghambat peristaltik
usus dan sekresi kelenjar lambung (Brander et al, 1991). Atropine Sulfat
penting diberikan sebagai premedikasi oleh karena Xylazine mempunyai efek
samping menyebabkan muntah.
Anestesi diberikan setelah efek dari
Atropine Sulfat terlihat yang ditandai mengeringnya mukosa mulut kurang lebih
10-15 menit setelah pemberian. Anestesi yang digunakan adalah injeksi Ketamin
yang dikombinasikan dengan Xylazine secara intramuskuler.
Ketamin
dapat menimbulkan efek analgesia dan amnesia tetapi relaksasi muskulus yang
buruk (Brander and Pugh, 1991). Ketamin dapat menimbulkan efek analgetik visceral dan
somatik dan dapat menghambat pusat rasa sakit. (Tenant,
2002). Fungsi respirasi menurun, tetapi akan meningkatkan kadar gula darah
dalam hati, tekanan darah dan denyut jantung pasca awal pemberian, juga terjadi
hipersalivasi. (Kumar; Jones and Lumb, 1984). Refleks mulut dan menelan
tetap ada dan mata tetap membuka (Brander et al, 1991). Dosis yang digunakan untuk anjing adalah 10-20 mg/kgBB
dimana onset akan timbul dalam waktu 3-5 menit. Efek dari ketamin dapat bertahan kurang dari
30 menit tetapi masa rekoveri dapat berlangsung selama 2-6 jam. Dosis tambahan
perlu diberikan 30-50 % dari dosis induksi (Sawyer, 1982). Pada operasi kali
ini dosis yang digunakan adalah 15 mg/kgBB, konsentrasi 10%, berat badan 5,2 kg
maka volume obat yang diberikan adalah 0,78 cc.
Xylazine merupakan sedativa non narkotik yang paling kuat dan analgesik
visceral yang baik dan menimbulkan relaksasi muskulus (Sawyer, 1982; Tenant,
2002). Kekurangan dari Xylazine adalah respirasi dan denyut
jantung akan menurun, serta terjadi perubahan sementara pada konduktifitas
jantung pasca pemberian Xylazine (Kumar, 1996). Dosis
yang dianjurkan adalah 1-2 mg/kgBB secara intramuskuler atau subkutan. Efek
dari xylazin dapat bertahan selama 1-2 jam (Sawyer, 1982). Pada operasi ini
dosis yang digunakan adalah 2 mg/KgBB, konsentrasi 2%, berat badan 5,2 kg maka
volume obat yang diberikan adalah 0,52
cc.
Penggunaan
Ketamin tanpa agen tambahan akan menyebabkan hipotonus otot, yang perlu
dihilangkan untuk mendapatkan kondisi anastesi yang optimal dengan pemberian
Xylazine. Ketamin yang dikombinasikan dengan Xylazine lazim digunakan pada
anjing dan kucing. Ketamin dan Xylazine merupakan kombinasi yang baik karena
memberikan beberapa keuntungan seperti mudah disuntikan, baik secara
intramuskuler maupun intravena, induksi dan pemulihanya cepat, relaksasi otot
yang dihasilkan cukup baik, dan jarang menimbulkan efek klinis. Kombinasi
antara Ketamin dan Xylazine yang digunakan sebagai anastetika telah terbukti
sangat memuaskan karena memperpanjang durasi analgesia, menurunkan dosis
penggunaan Ketamin dan mempercepat waktu sadar (Booth, 1998).
Persiapan
operasi sangat diperhatikan sebelum operasi dilakukan baik itu hewan, alat
operasi, obat-obatan serta operator sangat mendukung keberhasilan operasi.
Hewan direbahkan dengan posisi dorsal recumbency pada meja operasi,
diikat pada keempat ekstremitasnya dan dalam posisi simetris. Permukaan kulit
yang akan diincisi didesinfeksi dengan alkohol 70% dengan tujuan untuk
menghilangkan kontaminan diberbagai permukaan (Brander et al., 1991).
Alkohol 70% efektif untuk membunuh mikroorganisme, tetapi tidak efektif membunuh
spora, sedangkan Iodium Tincture akan membunuh mikroorganisme dengan cara
mengoksidasi protein dari mikroorganisme tersebut Setelah diolesi alkohol 70%
kurang lebih 3-5 menit kemudian, daerah yang akan diincisi dioles dengan Iodium
Tincture 3% yang merupakan antiseptik pada bakteri gram positif dan negatif,
efektif pada spora dan reaksi alerginya rendah permukaan (Brander et al.,
1991).
Operasi
dimulai dengan pembukaan dinding abdomen. Incisi dilakukan pada caudal
midline, umbilikus ke belakang sepanjang 6-8 cm atau sesuai keperluan yaitu
pada daerah linea mediana dengan menggunakan scalpel (Kumar, 1997). Setelah kulit terbuka, daerah
dibawah kulit dipreparasi tumpul dengan menggunakan forcep sampai ditemukan
linea alba. Linea alba diincisi sampai rongga peritoneum terlihat. Isi rongga
dapat dilihat dan mencari usus yang akan dilakukan enterotomi. Usus dikeluarkan
dan tidak lupa untuk tetap memberi cairan penstrep untuk mencegah usus kering.
(Archibald, 1974).
Bagian usus (jejenum) yang akan
diincisi dijepit pada bagian kanan dan kirinya dengan klem usus agar tidak
merusak jaringan. Saat operasi ini penjepitan menggunakan jari tangan. Incisi
dilakukan diantara dua klem pada sisi antimesenterium dari usus. Panjang irisan
disesuaikan dengan kebutuhan, pada operasi ini ± 5 cm, sampai menembus lapisan
mukosa usus dan lumen dapat terlihat.
Penutupan
dinding usus dapat dilakukan dengan pola jahitan sederhana tunggal dan Lambert
ataupun dengan jahitan sederhana menerus dengan menggunakan benang catgut
chromic (Archibald, 1974). Penggunaan benang catgut chromic dikarenakan
jenis benang ini kuat, disarankan dalam operasi gastrontestinal karena lebih
mudah mengaposisikan lapisan usus, mempunyai efek minimal pada jaringan dan
tetap mengikat kuat dalam waktu 10-20 hari. Namun jika kondisi lingkungan tidak
normal, benang akan diserap dalam waktu 6-10 hari. Benang ini akan lebih cepat
diserap apabila pasien sensitif terhadap benang tersebut atau terhadap asam
khromik atau jika digunakan untuk menjahit jaringan yang mendapat suplai darah
yang melimpah (Fossum, 2002). Jarum yang digunakan adalah jarum berujung taper
(bulat) karena kurang tajam dan untuk menjahit organ dalam sehingga tidak akan
merusak jaringan.
Uji kebocoran dilakukan dengan memasukkan larutan penstrep kedalam lumen
usus menggunakan spuit, jika larutan tidak keluar maka sambungan sudah baik.
Usus kemudian dimasukkan kedalam rongga peritoneum dan sebelumnya diberi
larutan penstrep dengan tujuan mencegah adanya infeksi. Penstrep merupakan obat
campuran antara penicillin dan streptomycin yang daya kerjanya bersepektrum
luas. Penicillin bekerja sangat efektif terhadap bakteri gram positif dengan
mekanisme menghambat kerja enzim transpeptidase pada pembentukan dinding
bakteri, sehingga hanya efektif pada bakteri gram positif. Sedangkan
streptomycin bekerja dengan cara menghambat sintesa protein bakteri langsung
pada ribosom sub unit 30S dan mengganggu kerja penerjemah kode genetik sehingga
efektif pada bakteri gram negatif (Brander et al, 1991).
Penutupan linea alba dan peritoneum dijahit bersama dengan pola jahitan
sederhana tunggal menggunakan benang catgut
chromic. Jahitan sederhana tunggal dipakai karena daya ikat dan daya
tautnya yang kuat (John et al., 1974). Jaringan subkutan dijahit dengan
pola sederhana menerus menggunakan benang catgut plain. Benang ini dapat
diserap dalam waktu 3-7 hari dengan meningkatkan intensitas reaksi jaringan
pada benang tersebut (Fossum, 2002). Pola jahitan menerus mempunyai kerugian
yakni ketidakmampuan ekspansi menarik jaringan, apabila lepas satu bagian akan
lepas seluruh permukaan jahitan tetapi pola ini relatif cepat dilakukan.
Terakhir menutup kulit dengan benang katun steril secara sederhana tunggal
menggunakan jarum berujung segitiga (cutter). Benang katun dapat ditolelir
oleh jaringan, mudah dihandle dan simpulnya tidak mudah lepas serta kekuatan
benang dapat bertambah apabila dalam keadaan basah. Jarum yang digunakan
berujung segitiga karena lebih tajam
sehingga lebih mudah untuk menjahit pada permukaan kulit. Luka operasi diolesi dengan Iodium Tincture 3% dan salep Betadine.
Monitoring pasca operasi secara intensif dilakukan 2-6 jam setelah operasi
karena masa rekoveri setelah pemberian Ketamin sebagai anastesi berlangsung
selama 2-6 jam. Pada umumnya suhu tubuh mengalami
penurunan dikarenan obat anastesi bekerja pada pusat pengatur suhu tubuh di
sistem syaraf pusat, sehingga suhu tubuh dapat naik turun sesuai dengan
pengaruh lingkungannya. Kondisi ini dapat disebabkan oleh tebal dan lebarnya
kain penutup operasi, intensitas lampu operasi, temperatur ruang operasi,
proses anastesi, dan operasi yang lama (Sardjana dan Kusumawati, 2004). Setelah
kondisi anjing menunjukkan pengaruh anastesi sudah hilang dan suhu tubuh kembali normal, maka anjng dipindahkan ke
kandang.
Pemeriksaan rutin dilaksanakan setelah operasi sampai dilepasnya jahitan
selama 8 hari. Berdasarkan hasil
pemeriksaan rutin untuk frekuensi pulsus, nafas dan temperatur pada pagi dan
sore hari masih dalam kisaran normal. Perawatan Perawatan pasca operasi
dilakukan dengan pemberian antibiotika selama 3 hari dengan Ampicillin 10 %
dengan dosis 10-40 mg/kgBB secara intramuskuler untuk menghindari adanya
infeksi sekunder. Ampicillin merupakan antibiotik spektrum luas yang telah
ditingkatkan aktivitasnya terhadap bakteri gram negatif, anaerob maupun aerob
sehingga dapat menghindari adanya infeksi sekunder (Tenant, 2002). Ampicillin
sengaja dipilih sebagai obat mengingat operasi intestinal mempunyai resiko
akan terjadinya peritonitis yang disebabkan oleh bakteri Gram positif (Staphylococcus
aureus) maupun bakteri Gram negatif (E. coli dan Enterococcus sp.)
(Fossum, 2002). Ampicillin
bekerja dengan cara menghambat sintesa dinding sel bakteri (Brander et al.,
1991).
Anjing yang telah dioperasi tersebut diberi infuse Ringer’s Dextrose 5%
dengan dosis 20-40 ml/kg BB dengan tujuan sebagai pengganti cairan elektrolit
dan sumber kalori, sebagai penambah volume darah pada keadaan shock, dehidrasi
dan perdarahan, mempertahankan kondisi cairan dan elektrolit sehingga hewan
terhindar dari dehidrasi, mengatasi alkalosis dan asidosis (menormalkan PH
darah), serta untuk mencukupi kebutuhan nutrisi anjing tersebut. (Kirk &
Bistner, 1985).
Setiap hari luka jahitan dibersihkan dengan Betadine
salep. Penggunaan antiseptik ini dapat mengurangi populasi kuman dan mencegah
infeksi. Menurut Fossum (2002), kesuksesan operasi sangat tergantung pada
kesembuhan luka. Proses kesembuhan luka dibagi menjadi beberapa tahap yaitu
inflamasi, debris, perbaikan dan pematangan. Proses kesembuhan luka pada hari
pertama setelah operasi menunjukan jahitan masih utuh tidak ada yang lepas dan
tampak sedikit bengkak. Pada tahap ini merupakan tahap inflamasi, tahap ini
sangat karakteristik dalam meningkatkan permeabilitas vaskuler, kemotaksis pada
sirkuler, produksi sitokin, faktor pertumbuhan dan mengaktifasi sel (makrofag,
limfosit dan fibroblas). Pada tahap ini jumlah sel polimorfonuklear akan
meningkat di daerah luka dan bergerak kearah bekuan fibrin, pada bagian
epidermis ditepi luka irisan akan menebal dikarenakan terjadi aktifitas mitosis
pada sel-sel basal sehingga kedua tepi luka yang teriris tersebut akan
menyambung (Archibald, 1974).
Pada hari ke-2 setelah operasi menunjukan tidak ada jahitan yang lepas dan
masih basah tapi tidak keluar cairan dan masih agak bengkak. Proses kesembuhan
pada hari ke-2 dan ke-3 setelah operasi didominasi oleh adanya leukosit
polimorfonuklear, sel ini akan memfagosit kotoran dan bakteri serta
jaringan-jaringan nekrotik. Neutrofil yang ada akan diganti dengan makrofag.
Makrofag mempunyai peranan dalam merangsang fase penyembuhan berikutnya dengan
menarik fibroblas dan mempengaruhi pematangan, pembelahan dan sintesa kolagen
(Fossum, 2002). Salep Betadine diberikan dari hari pertama hingga hari ke-4
pada pagi dan sore hari. Pada hari ke-4 dan seterusnya diberi bioplasenton pada
bekas luka untuk mempercepat proses pengeringan luka. Pada hari ke-4 tampak
jahitan tampak mengering. Semua jahitan mulai mengering pada hari ke 6 dan ke
7. Pada hari ke-8 luka sudah kering dan jahitannya tidak ada yang lepas. Pada
dasarnya kesembuhan luka dapat dilihat dari proses penanganan pada tepi luka
yang diaposisikan. Perawatan luka setelah operasi sering dibersihkan pagi dan
sore hari dan di beri salep (Betadine salep hari ke 1-3/ bioplasenton hari ke
4-7) sehingga akan dapat mengurangi adanya kontaminasi dan dapat mempercepat
kesembuhan luka. Proses
kesembuhan luka pada operasi enterotomi ini tergolong proses kesembuhan luka primer dilihat dari
tidak adanya nanah dan darah, jahitan tidak ada yang lepas sehingga penutupan
luka pada kulit sempurna. Saat jahitan dibuka tidak ada perdarahan pada bekas
jahitan. Seminggu setelah pembukaan jahitan luka sudah sembuh sempurna.
KESIMPULAN
Berdasarkan
pemeriksaan sebelum operasi, pelaksanaan operasi, dan perawatan rutin pasca
operasi, anjing “Hitam” telah menjalani operasi enterotomi pada tanggal 4
Agustus 2010 dan mengalami kesembuhan primer setelah 8 hari perawatan pasca
operasi ditandai dengan proses digesti yang kembali normal yaitu makan dan
defekasi secara normal mulai pada hari ke 3 post operasi disertai dengan
kondisi anjing yang kembali aktif.
DAFTAR PUSTAKA
Archibald, J. 1974. Canine Surgery.
America Veterinary Publication. Inc. Santa Barbara California.
Booth, N.H. and,
L.E. 1988. Veterinary Hematology. Fifth edition, A wolters kluwer
Company. Lippincott Wilkins.
Brander, G.C. and Pugh, D.M. 1991. Veterinary
Applied Pharmacology and Therapeutics 4th edition. The
English Language Book Society and Bailleri Tyndall. London
Frandson, R. 1993. Anatomi dan Fisoilogi
Ternak edisi ke empat. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Fossum, T.W. 2000. Manual of Small
Animal Surgery. C.V. Mosby. St
Louis
Fossum,
T.W. 2002. Small Animal Surgery
Second Edition. C.V. Mosby. St
Louis
Kirk dan Bistner, S.I. 1985. Hand Book of
Vetrinary Prosedures and Emergency Treatment. Fourth edition.
W.B. Saunders Company.
Kumar, A., 1997. Veterinary Surgical
Techniques. Vikas Publishing House PVTLTD. New Delhi.
Maximo, A.A., Bloom, William. 1957. A
Textbook of Histology. W.B Saunders Company. Philadelphia
Miller, Malcolm E. 1969. Anatomy of The
Dog 6th edition. W. B. Sounders Company. Philadelphia
Sardjana, I Komang Wirasa dan Kusumawati, D.
2004. Anastesi Veteriner Jilid 1. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta
Tenant, Bryn, 2002. BSAVA Small Animal
Formulary Fourth Edition. BSAVA. England