Ekstraksi, Purifikasi, dan Karakterisasi Lipopolisakarida dari Escherichia coli dan Salmonella typhi

Intisari terjemahan jurnal mikrobiologi (Rezania et all. 2011. Extraction, Purification and Characterization of Lipopolysaccharide from Escherichia coli and Salmonella typhi. Nanobiotechnology Research Center, Avicenna Research Institute, ACECR, Tehran, Iran. ). 



Lipopolisakarida (LPS) merupakan komponen luar utama membran sel bakteri Gram negatif. struktur dasarnya terdiri dari tiga bagian yaitu sebuah lipid, inti oligosakarida dan polisakarida. LPS menyebabkan efek patofisiologi seperti demam, leukopenia, dan leukositosis, dll. karena peran LPS yang menyebabkan banyak penyakit, sehingga mendorong para peneliti untuk melakukan studi yang diarahkan pada isolasi dan pemurnian.

Prosedur ekstraksi dan purifikasi yang digunakan yaitu dengan metode hot aqua fenol. metode ini menghasilkan tingkat kemurnian yang tinggi dengan kontaminasi protein dan asam nukleat yang sangat rendah.

Purifikasi LPS di evaluasi dengan pewarnaan silver dan coomassie blue gel SDS PAGE dan analisis HPLC. dan untuk menegaskan aktifitas fungsional LPS murni dengan uji koagulasi limulus Amebocyte lysate  (LAL) dan uji pirogen kelinci.

Metode 






HASIL


LPS murniyang ditandai dengan elektroforesis SDS-PAGEdiikuti oleh pewarnaan silver dancommassie blue dan HPLC. Hasil pewarnaan silver jelas menunjukkan Pola tangga band dengan beberapa anak tangga yang merupakan karakteristik dari jenis bakteri Gram negatif karena variasi panjang rantai karbohidratpadabagianO-antigen. LPS dapat diklasifikasikan menjadi jenis halus dan kasar berdasarkan ada atau tidak adanya struktur seperti tangga. Bentuk LPS kasartidak memiliki struktur sepertitanggakarena kurangnya rantai 'O' spesifikyang mengandung unitoligopolysaccharides.
Perlu dicatat bahwa adavariasi dalam beberapa profil pitaLPS dari E.coli dan S.typhi yangterletakpadaperbedaan pada struktur LPS. Variasi inipada struktur dasar LPS untuk berbagaisusunankimiayang diamati pada bakteri Gram negatif. Hasil pewarnaan commassie bluedariLPS murnimengungkapkan adanya kontaminasi protein bakteri, untukefektivitas penghapusan protein yaitudengan perlakuanproteinase. Hasil pewarnaan silver dikonfirmasi dengan analisis HPLC yang menunjukkan sebuah band LPS murni pada kedua kasus.

Analisis HPLC




Uji koagulasi limulus Amebocyte lysate  (LAL) 

Prinsip LAL assay koagulasi di dasarkan pada endotoksin yang mengaktifkan proenzim Limulus Amebocyte Lysate  (LAL), menghasilkan pembentukan gel, hasil uji koagulasi LAL kualitatif menunjukkan aktifitas fungsional LPS murni seperti yang di tunjukkan oleh pembentukan gel pada vial yang berisi LAL.

Ui Pirogen Kelinci

Suhu rektal awal dua kelinci adalah 38,3 dan 38,4 derajat celcius. injeksi LPS dari E. coli dan S. typhi menyebabkan meningkatnya suhu rektal sampai 39,7 dan 39,9 derajat celcius. kelinci kontrol yang diberi perlakuan dengan PBS tidak menunjukkan fluktuasi yang signifikan dari suhu tubuh awal.

Kesimpulan

meskipun tingkat kemurnian LPS adalah ukuran yang paling baik dalam sistem pemurnian, aktifitas fungsional dari produk akhir juga penting. dalam konteks ini, hasil kelinci pirogen dan tes koagulasi LAL jelas terbukti aktifitas fungsional dari produk yang dimurnikan. sebagai kesimpulan, protokal yang disajikan disini dapat digunakan untuk isolasi LPS dengan tingkat kemurnian dan aktifitas fungsional yang tinggi dari strain yang berbeda.








Safety Risk Group Avian Influenza

Avian Influenza merupakan salah satu penyakit yang  termasuk ke dalam Safety Risk Group 3. Sehingga untuk aktifitas diagnostik dan penelitian strain Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI) dianjurkan menggunakan prosedur BSL-3 atau ABSL-3. Sedangkan untuk strain virus influenza pada manusia (misalnya, H1/H3/B) dan strain Low Pathogenicity Avian Influenza (LPAI) (misalnya, H1-4, H6 , H8-16), serta virus influenza kuda dan babi Fasilitas laboratorium yang digunakan adalah BSL-2 atau ABSL-2.
Tipe laboratorium untuk menangani agen Avian Influenza adalah tipe diagnostik khusus dan riset. Peralatan laboratorium yang harus ada yaitu peralatan dari BSL-1 dan BSL-2 di tambah dengan biosafety cabinet kelas II atau III dengan pengendalian sistem aliran udara dengan tekanan negatif dan aliran ke satu arah, bioaerosol container, adanya penanganan aerosol atau perlindungan sistem respirasi, penanganan benda tajam, biohazard sign, dan good microbiological techniques, pintu masuk berlapis ganda, jalur masuk udara tertutup, dinding lantai dan plafon tahan air agar mudah dibersihkan.

PPE yang digunakan untuk mengurangi resiko dalam menangani agen antara lain : jas lab solid di bagian depan, alas kaki tertutup dan shoe cover, sarung tangan dobel, goggle, masker/ respirator, penutup kepala.
Untuk kultur sel non infeksius1, bersifat steril dan tidak menggunakan senyawa kimia berbahaya dapat menggunakan Biosafety Cabinet kelas II (BSC kelas II) atau Laminar Flow Biological Safety Cabinets yang memproteksi personel, produk dan lingkungan. Laminar Flow ini memberikan aliran udara untuk melindungi personel, aliran ke bawah dengan HEPA filtered air ke area kerja untuk melindungi produk sehingga tetap steril. Dan exhaust HEPA filtered air untuk melindungi lingkungan dari partikulat dan aerosol hazard.
Prosedur laboratorium yang melibatkan agen anti kanker dengan DMSO dan selanjutnya menggunakan methanol-KOH untuk denaturasi. Untuk pengerjaan uji tersebut dapat menggunakan Biosafety Cabinet kelas II (BSC kelas II) tipe B yaitu BSC yang dapat melindungi personil, produk dan lingkungan dari bahan kimia berbahaya seperti karsinogen. HEPA exhaust filter untuk melindungi lingkungan dari aerosol hazard yaitu methanol yang sifatnya mudah menguap dan mudah terbakar.
Uji yang menggunakan kultur sel, untuk melihat pengaruh senyawa aktif obat-obatan terhadap sel dapat menggunakan Biosafety Cabinet kelas II (BSC kelas II) tipe B 2 yaitu BSC yang memiliki total exhaust sehingga sangat sesuai untuk uji yang menggunakan senyawa aktif obat-obatan yang merupakan senyawa-senyawa kimia berbahaya bagi personil maupun lingkungan. Dan juga terdapat containment untuk bahan-bahan biologi dan kimia.



Keracunan Ivermectin

Haloo Pet Lovers... saya mau berbagi cerita dan pengalaman, semoga bermanfaat untuk anda semua para pet lovers...

Berawal dari pengalaman saya ketika praktek di sebuah pet shop di daerah Depok. jadwal praktek saya tidak setiap hari sudah tertera di depan pintu masuk pet shop yaitu hanya 2 hari dalam seminggu. sehingga apabila klien datang di luar jadwal praktek pasti tidak akan bertmu saya dan kemungkinan hewan kesayangan anda yang sedang sakit akan di tangani oleh pegawai pet shop, bukan di tangani oleh dokter hewan.

saya sebagai dokter hewan tentu saja tidak pernah memberi wewenang kepada pegawai petshop untuk memberikan tindakan penanganan terhadap pasien. sehingga penanganan yang dilakukan tanpa instruksi apapun dari dokter hewan. memang pegawai tersebut sering melihat saya dalam menangani hewan akan tetapi mereka tidak tau tentang dosis yang tepat.

sampai pada suatu hari ada seorang klien yang datang membawa kucingnya yang dari awal sudah jelas saya lihat menunjukkan gejala keracunan. setelah menganamnesa ternyata kucing tersebut 3 hari yang lalu di suntik ivermectin oleh pegawai petshop.... merasa wewenang saya di langkahi tentu saja saya tidak merasa harus bertanggung jawab dengan kasus tersebut. kondisi kucing sudah sangat parah, mulut berbusa busa, paralisa otot, dan pupil mata membesar.




gejala terlihat sehari setelah penyuntikan ivermectin. ivermectin merupakan obat antiparasit berspectrum luas, aplikasi obat bisa peroral atau subcutan. obat ini memiliki efek samping apabila overdosis menyebabkan neurotoksisitas dengan gejala yang muncul adalah depresi sistem syaraf pusat, tremor, muntah, ataksia, koma dan dapat berujung pada kematian.

oleh karena itu kepada semua pet lovers diharapkan ketika membawa hewan kesayangan anda yang sedang sakit, pastikan hewan anda ditangani oleh ahlinya yaitu seorang dokter hewan. terimakasih... 


Pages - Menu

Blogroll

Blogger templates

Blogger news