Problem Pakan Antara Sistem Grazing dan Sistem Cut and Carry Terhadap Kesehatan Ternak

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Usaha untuk meningkatkan produktifitas ternak di negara berkembang biasanya dibatasi oleh dua hal, yaitu nutrisi dan kesehatan. Problem kekurangan nutrisi (undernutrition) pada umumnya terjadi pada akhir musim kemarau atau awal musim hujan, dimana tanaman belum tumbuh dengan baik dan produk hasil samping pertanian belum banyak.
Salah satu permasalahan pemeliharaan peternakan di Asia Tenggara yaitu terkait keberadaan parasit terutama endoparasit. Rendahnya produktifitas di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, dipengaruhi oleh rendahnya efisiensi pakan dan manajemen, dan keterbatasan terutama karena parasit. Untuk itu kontrol dan pencegahan parasit pada saat ini menjadi suatu perhatian yang serius, khususnya ruminansia. Salah satu cara untuk mengatasi parasit adalah melakukan pengaturan padang penggembalaan (Kustantinah, 2010).
Di Indonesia infeksi endoparasit sangat menyebabkan kerugian bagi petani peternak karena kehilangan keuntungan dan produktivitas ternak tidak optimal karena cacing merupakan salah satu parasit yang sangat berpengaruh terhadap penurunan produktivitas ternak.

1.2. Rumusan Masalah
Indonesia memiliki aset yang sangat luas berupa padang penggembalaan yang terdapat di beberapa daerah. Hal ini sangat memungkinkan untuk pengembangan ternak gembala seperti sapi potong. Namun terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan ternak sehingga menyebabkan penurunan produktivitas ternak.

1.3. Tujuan

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan ternak terhadap ketersediaan pakan pada sistem peternakan penggembalaan (grazing) dan campuran (cut and carry) yang dapat menurunkan produktivitas ternak.

BAB II
PEMBAHASAN

Permasalahan penurunan produktifitas ternak dengan penggembalaan disebabkan karena adanya berbagai faktor yang saling berinteraksi dalam mempengaruhi produktifitas ternak. Faktor tersebut misalnya nutrisi, lingkungan, dan tatalaksana penyebaran penyakit ternak di padang penggembalaan.
Sebagian besar masyarakat di Indonesia umumnya memelihara sapi secara tradisional. Pemeliharaan sapi dengan sistem gembala merupakan peluang besar bagi parasit untuk berkembang biak. Peternak kecil di Indonesia umumnya menggunakan sistem penggembalaan dengan membiarkan ternak mencari makan sendiri bahkan ada yang sama sekali tidak dikandangkan.
Pada proses penggembalaan (grazing) ini banyak faktor yang perlu dipertimbangkan mengingat proses ini sangat komplek, hal ini berbeda dengan sistem cut and carry yang mana faktor yang mempengaruhi pertumbuhan hijauan maupun ternak mudah diatur oleh manusia. Pada sistem cut and carry seleksi hijauan didahului dari peternak saat mencari rumput, bila peternak mendapatkan hijauan kualitas rendah, maka ternak dalam kandang akan diberi pakan tambahan berupa konsentrat sebagai tambahan gizi. Tanaman yang dipanen dengan sistim cut and carry adalah pemotongan oleh peternak, sedangkan pada sistem penggembalaan sangat banyak seperti perebutan pakan, injakan serta sebaran kotoran ternak yang masih segar.
Pemeliharaan ternak yang digembalakan memiliki arti bahwa ternak memilih dan mengambil sendiri hijauan yang di makannya. Dengan demikian jika hijauan baik maka diharapkan produksi ternak akan lebih baik pula. Akan tetapi jika hijauan buruk maka kemungkinan produksi ternak akan menurun dan ada kemungkinan ternak akan memakan hijauan yang beracun.
Salah satu penyakit pada ternak sapi yang cukup merugikan adalah penyakit parasit. Penyakit ini berbeda dengan penyakit ternak yang disebabkan oleh virus dan bakteri, karena kerugian ekonomi yang disebabkan oleh virus dan bakteri dapat diketahui dengan mudah melalui kematian ternak. Kerugian utama akibat penyakit parasit adalah kekurusan, terlambatnya pertumbuhan, turunnya daya tahan tubuh terhadap penyakit lain dan gangguan metabolisme. Parasit gastrointestinal menyebabkan penurunan produksi ternak secara luas dan sering diabaikan sehingga dapat menyebabkan kerugian pada hewan muda. Parasit ini terdiri dari protozoa seperti Coccidia, dan sejumlah kelompok cacing dari kelas nematoda, cestoda, dan trematoda.
Helminthiasis gastrointestinal merupakan masalah besar bagi peternakan di Indonesia. Kasus infestasi cacing Toxocara vitulorum dan cacing genus Fasciola banyak menyerang sapi pada peternakan rakyat sehingga berakibat menurunkan bobot hidup hingga mencapai sekitar 30%, dan kematian ternak mencapai 17% terutama pada ternak muda. Parasit gastrointestinal lain seperti Coccidia menyebabkan kerugian ekonomi karena tingginya tingkat kematian dan menurunnya produktifitas akibat terhambatnya pertumbuhan, biaya antikoksi yang mahal, pemberian obat (Rehman et al., 2010).
Permasalahan tersebut tidak mendapatkan perhatian terutama pada peternakan dengan skala tradisional, karena terkendala oleh kurangnya pengetahuan peternak tentang manajemen kesehatan hewan dan faktor modal.
Siklus hidup parasit yaitu telur dikeluarkan bersama feses, lalu telur menetas di alam bebas dan berkembang menjadi larva. Pada stadium larva yang infektif parasit biasanya terdapat pada ujung daun pada rumput gembala yang basah (berembun) hal ini karena larva infektif menyukai kelembaban dan akan mati bila terkena sinar UV (Rahayu, 2012).
Siklus hidup Fasciola sp


Oleh karena itu tindakan preventif yang dapat dilakukan dengan cara mengandangkan hewan ternak, memberikan pakan berkualitas, menjaga sanitasi kandang, pemberian obat cacing secara berkala dan kontrol kesehatan dari dokter hewan setempat. Tindakan lainnya yaitu menghindari padang gembala yang basah sehingga tertelannya larva infektif yang menempel di daun dapat di hindari.
Tindakan preventif bagi sistem peternakan campuran (cut and carry) adalah dengan menghindari pengambilan hijauan rumput oleh peternak pada pagi hari sebelum jam 09.00 karena diharapkan pengambilan pakan hijauan diatas jam 09.00 pagi sudah terkena sinar matahari, dimana larva akan mati apabila terkena sinar UV. Dengan demikian dapat meminimalisir investasi parasit pada pakan hijauan ternak. Selain itu, lokasi penggembalaan harus memiliki status bebas dari penyakit hewan berbahaya misalnya penyakit anthrax.

BAB III
KESIMPULAN

Sistem pemeliharaan yang masih tradisional merupakan peluang besar bagi parasit untuk berkembang biak. Permasalahan penyakit parasit pada hewan seringkali tidak disadari. Hal ini disebabkan penyakit berjalan kronis dan tingkat mortalitasnya rendah namun menyebabkan kerugian ekonomi yang cukup besar karena turunnya nilai dari performan hewan, baik kualitas maupun kuantitasnya.
Pada sistem peternakan campuran pemberian pakan hijauan dapat diatur oleh peternak meskipun tidak menutup kemungkinan ternak terinfeksi penyakit-penyakit parasit setidaknya dapat meminimalisir infestasi parasit pada pakan hijauan, selain itu hijauan yang di berikan adalah hijauan yang berkualitas baik.

DAFTAR PUSTAKA

Kustantinah. 2010. Penggembalaan dan Kontrol Biologi Atasi Parasit Pada Kambing. http://www.ugm.ac.id/id/berita/2516pengukuhan.prof .kustantinah:penggembalaan.dan.kontrol.biologi.atasi.parasit.pada.kambing.

Rahayu I, D. 2012. Penyakit Pada Ruminansia. http: //peternakan.umm.ac.id/ id/umm-news-2849-penyakit-pada-ruminansia.html

Rehman et al. 2010. Epidemiology and Economic benefits of Treating Goats coccidiosis. University of Agriculture. Pakistan.


0 komentar:

Posting Komentar

Pages - Menu

Blogroll

Blogger templates

Blogger news