Teknologi Hurdle Pada Produk Olahan Telur



BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Telur merupakan salah satu bahan makanan yang hampir sempurna. Bahan makanan ini mengandung zat gizi lengkap antara lain protein, lemak, vitamin dan mineral. Telur segar yaitu telur yang baru diletakkan oleh induk ayam disarangnya, mempunyai daya simpan yang pendek. Jika dibiarkan dalam udara terbuka (suhu ruang) hanya tahan 10-14 hari, setelah waktu tersebut telur mengalami perubahan-perubahan ke arah kerusakan seperti terjadinya penguapan kadar air melalui pori kulit telur yang berakibat berkurangnya berat telur, perubahan komposisi kimia dan terjadinya pengenceran isi telur
Sejak dikeluarkan dari kloaka, telur mengalami penurunan mutu. Semakin lama disimpan, penurunan mutu semakin besar, yang akhirnya dapat menyebabkan kerusakan atau menjadi busuk. Penurunan mutu ini tidak dapat dicegah, hanya dapat di perlambat kecepatannya dengan berbagai perlakuan.
Penurunan mutu tersebut antara lain turunnya berat telur yang disebabkan penguapan gas seperti uap air, karbondioksida, amoniak, nitrogen dan H2S. Karena penguapan tersebut juga akan menyebabkan terjadinya pembesaran kantung udara. Juga dapat menyebabkan perubahan kimiawi isi telur akibat terlepasnya gas CO2. Jika tidak dilakukan penyimpanan yang baik akan menyebabkan telur tidak dapat di konsumsi, bahkan menjadi busuk.
Pengawetan telur bertujuan untuk mempertahankan mutu telur segar. Prinsip dalam pengawetan telur segar adalah mencegah penguapan air dan terlepasnya gas-gas lain dari dalam isi telur, serta mencegah masuk dan tumbuhnya mikroba di dalam telur selama mungkin.
Pengawetan telur dapat dilakukan dengan cara menutup pori-pori kulit telur atau mengatur kelembaban dan kecepatan aliran udara dalam ruangan penyimpanan. Penutupan pori-pori kulit telur dapat dilakukan dengan menggunakan larutan kapur, parafin, minyak nabati atau minyak sayur, air kaca (water glass), dicelupkan dll. Sedangkan pengaturan kecepatan dan kelembaban udara dapat dilakukan dengan penyimpanan di ruangan khusus.

1.2. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui teknik-teknik yang digunakan dalam pengawetan telur.

1.3. Manfaat
Dapat memperoleh informasi mengenai metode-metode yang digunakan dalam proses pengawetan telur sehingga dapat memberi masukan kepada masyarakat dalam mengambil keputusan untuk menggunakan metode-metode tersebut.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Metode Pengawetan Telur
Industri perunggasan merupakan bagian penting di dalam industri makanan di dunia, dimana jumlah telur dan daging yang relatif besar. Telur merupakan salah satu makanan yang mengandung nutrisi untuk manusia. Telur memiliki kandungan protein yang seimbang, dimana mengandung asam amino dalam jumlah yang cukup dan proporsi yang dapat mendukung pertumbuhan.
Telur sangat baik dikonsumsi oleh anak-anak dalam masa pertumbuhan, ibu hamil dan menyusui, serta mereka yang sedang dalam masa penyembuhan dari suatu penyakit. Sehingga dengan demikian telur sangat bermanfaat untuk kehidupan manusia.
Secara umum telur meiliki masa simpan segar 2-3 minggu. Telur yang disimpan melebihi jangka waktu penyimpanan segar tanpa mendapatkan penanganan pengawetan, akan mengalami penurunan kualitas yang menuju ke arah pembusukan.
Metode-metode yang digunakan dalam pengawetan telur segar antara lain :
a.    Pengemasan kering
Pengemasan telur dapat dilakukan secara kering dengan menggunakan bahan-bahan seperti sekam, pasir dan serbuk gergaji. Jika pengemasnya padat, cara ini akan memperlambat hilangnya air dan CO2. Kelemahan cara ini adalah menambah berat dan volume, yang dapat menaikkan ongkos angkut dan ruang penyimpanan. Disamping itu, pengemasan kering tidak banyak memberikan perlindungan terhadap mikroba selama penyimpanan.
b.    Perendaman telur dalam larutan kapur
Larutan kapur dapat dibuat dengan cara melarutkan 100gr batu kapur dalam 1,5 liter air, lalu dibiarkan sampai dingin.daya pengawet air kapur karena memiliki sifat basa, sehingga mencegah tumbuhnya mikroba. Kapur akan bereaksi dengan udara membentuk lapisan tipis kalsium karbonat si atas permukaan cairan perendam.kemudian kalsium karbonat akan mengendap di permukaan telur membentuk lapisan tipis yang mneutup pori-pori. Pori-pori yang tertutup ini menyebabkan mikroba tidak dapat masuk ke dalam telur dan mencegah keluarnya air dan gas-gas lain dari dalam isi telur. Kapur juga menyebabkan kenaikan pH pada permukaan kulit telur yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba.
c.    Perendaman dalam minyak parafin
Telur direndam atau dicelupkan ke dalam minyak parafin selama beberapa menit. Selanjutnya dikeringkan dengan membiarkan di udara terbuka, sehingga minyak parafin menjadi kering dan menutupi pori-pori kulit telur.
d.   Perendaman dalam air kaca (water Glass)
Air kaca adalah larutan natrium silikat (Na2SiO4), berbentuk cairan kental, tidak berwrna, tidak berbau, dan jernih seperti kaca. Larutan ini dapat dibuat dengan melarutkan 100gr natrium silikat ke dalam 900ml akuades. Kemudian dapat digunakan untuk merendam telur. Pada saat perendaman telur, air kaca membentuk dan mengendapkan silikat pada kulit telur sehingga pori-porinya tertutup. Air kaca juga memiliki daya antiseptik, sehingga mencegah pertumbuhan mikroba.
e.    Pencelupan telur dalam air mendidih
Pencelupan dilakukan selama kurang lebih 5 detik pada air mendidih. Hal ini menyebabkan permukaan dalam kulit telur akan menggumpal dan menutupi pori-pori kulit telur dari dalam.
f.     Pengawetan telur dengan bahan penyamak nabati
Prinsip dasar dari pengawetan dengan menggunkan bahan penyamak nabati adalah terjadinya reaksi penyamakan pada bagian luar kulit telur oleh zat penyamak yaitu tanin.akibatnya kulit telur menjadi impermeable terhadap air dan gas. Dengan demikian, keluarnya air dan gas dari dalam telur dapat dicegah sekecil mungkin.
Bahan penyamak nabati yang banyak digunakan adalah daun akasia atau daun jambu biji yang telah dikeringkan. Daun kering tersebut direndam selama semalam dan direbus 1 jam, kemudian airnya disaring dan digunakan untuk merendam telur.

a.    Penyimpanan dingin
Telur segar dapat dipertahankan mutunya dalam waktu yang relatif lama bila sisimpan dalam ruangan dingin dengan kelembaban udara antara 80-90% dan kecepatan aliran udara 1-1,5 m/detik. Dalam hal ini telur disimpan sedekat mungkin diatas titik beku telur yaitu -2oC. Suhu yang rendah ini akan memperlambat hilangnya CO2 dan air dari dalam telur serta penyebaran air dari putih ke kuning telur. Untuk lebih menghambat hilangnya CO2 maka kadar CO2 di dalam ruangan penyimpanan dapat ditingkatkan sampai 3%.
 
g.    Penyimpanan dingin
Telur segar dapat dipertahankan mutunya dalam waktu yang relatif lama bila sisimpan dalam ruangan dingin dengan kelembaban udara antara 80-90% dan kecepatan aliran udara 1-1,5 m/detik. Dalam hal ini telur disimpan sedekat mungkin diatas titik beku telur yaitu -2oC. Suhu yang rendah ini akan memperlambat hilangnya CO2 dan air dari dalam telur serta penyebaran air dari putih ke kuning telur. Untuk lebih menghambat hilangnya CO2 maka kadar CO2 di dalam ruangan penyimpanan dapat ditingkatkan sampai 3%. 

2.2. Hurdle Teknologi
Aplikasi teknologi hurdle tidak terbatas pada pencegahan pertumbuhan mikroorganisme untuk menjamin keamanan pangan, namun juga berpengaruh terhadap kualitas pangan. Beberapa Hurdle memiliki aktifitas sebagai senyawa antimikroba dan secara bersamaan dapat memperbaiki flavor. Akan tetapi beberapa hurdle meberikan efek negatif terhadap beberapa bahan pangan misalnya pendinginan dapat merusak jaringan bahan pangan. Untuk memperoleh stabilitas pangan yang baik dan menjamin keamanan pangan, maka hurdle harus diaplikasikan sedemikian rupa.
Penggunaan satu jenis pengawetan saja tidak cukup untuk mempertahankan mutu pangan yang diawetkan dalam waktu yang relatif lama. Oleh karena itu, pengawetan yang dilakukan umumnya merupakan kombinasi dari berbagai metode pengawetan.
Hurdle technology atau kombinasi pengawetan, kombinasi proses. Setiap faktor yang berperan dalam  pengawetan atau metode yang digunakan untuk tujuan pengawetan disebut hurdle. Teknologi hurdle tidak hanya mengkombinasikan berbagai metode pengawetan, namun juga dapat digunakan untuk mengoptimalkan efek pengawetan yang diinginkan tanpa memberikan perlakuan pengawetan yang berlebihan.

2.3. Produk-produk olahan telur
Tingginya kebutuhan penggunaan telur, membuat industri panganpun menyiasatinya dengan cara menciptakan produk-produk olahan atau modifikasi telur. Berbagai jenis produk olahan telur antara lain telur asin, telur pidan, saus mayonais, tepung telur dan es krim.
Mungkin beberapa produk awetan telur tersebut belum atau masih sangat sedikit di produksi di Indonesia. Namun bukan berarti tidak mungkin diusahan dan dikembangkan pembuatannya bila memang dibutuhkan oleh konsumen.
Bentuk produk awetan telur tersebut lebih ditentukan oleh kondisi awal telur yang akan diawetkan, misalnya telur retak atau pecah kulit luar tentu tidak dapat lagi diawetkan menjadi telur asin, namun dapat diawetkan dalam bentuk tepung atau telur beku.

BAB III
MATERI DAN METODE


3.1. Pembuatan Telur Pidan 
 Materi dan Metode
Telur itik segar dengan kisaran berat 65-75g. Telur itik di bersihkan dengan air keran dan diperiksa apakah ada cangkang yang retak.
Bahan-bahan yang digunakan Zinc sulfat heptahidrat (ZnSO4·7H2O), zinc klorida (ZnCl2), zinc oksida (ZnO), zinc asetat (C4H6O4Zn), zinc laktat trhydrate (Zn (C3H5O3) 2.3 H2O), zinc glukonat (C12H22O14Zn). Semua garam yang digunakan memiliki kemurnian 99%.
Telur bebek yang sudah dibersihkan direndam di dalam cairan pengawet yang mengandung NaOH (50g/kg), NaCl (30g/kg), dan teh China hitam (30g/kg) dengan penambahan berbagai komponen zinc. Komponen zinc yang digunakan yaitu zinc sulfat, zinc klorida, zinc oxida, zinc asetat, zinc laktat, zinc glukonat yang di tambahkan pada larutan pengawet pada konsentrasi 3 g/kg masing-masing. Telur itik (50 telur) direndam dalam larutan pengawet (3L) pada suhu kamar selama 30 hari.

3.2. Pembuatan Tepung Telur
Materi dan Metode
Telur segar yang berkualitas baik di candled untuk mengkonfirmasi kesegarannya lalu dibersihkan dari debu, dicuci dan dibiarkan kering. Dengan hati-hati cangkang dibuka dan dipisahkan  putih telur, kuning telur dan seluruh telur. Kemudian dihomogenkan dengan kocokan logam lalu ditambahkan satu tetes larutan hidrogen peroksida untuk membebaskan produk dari mikroorganisme Salmonella sp dan mencegah pencoklatan produk. Sampel kemudian dikeringkan dalam oven pada 44 ° C selama 4 jam dan dibiarkan dingin. Serpihan telur digiling dan diayak dengan 60 mm saringan dan kemudian ditimbang. Tepung telur kemudian dikemas di dalam plastik yang berbeda.
Berbagai jenis pelarut seperti heksan, kloroform, etanol, metanol, petroleum eter, aseton dan digunakan untuk pengujian sampel dengan rasio 1:1 yaitu 1 ml dari masing-masing putih, kuning dan solusi dicampur dengan 1ml pelarut masing-masing.
Setelah penambahan etanol ke telur segar lalu campuran dipanaskan pada suhu 20-30 º C selama 4 menit. Kemudian produk yang diperoleh dari putih telur, kuning telur dan telur utuh harus disimpan dalam oven vakum, suhu dan tekanan dari sistem vakum harus dikontrol dan hanya pada kondisi optimum eksperimen dapat dengan mudah diramalkan. Sekarang suhu ditetapkan pada 50 ºC dan tekanan pompa harus disesuaikan dengan batas 700 atm (bar). Segera setelah tekanan dicapai, produk yang diperoleh dikeringkan selama 4-5 jam pengeringan vakum lengkap dengan suhu sekitar 50 ºC. Produk dehidrasi telah terbentuk dan kemudian di hancurkan menjadi tepung.

3.3. Pembuatan Telur Asin
Materi dan Metode
Telur ayam segar diberi perlakuan dengan pengggaraman sesuai dengan protokol standar. Proses pengasinan dengan pencelupan dengan cara telur direndam ke dalam cuka sintetis selama 40 menit diikuti dengan perlakuan dengan larutan garam jenuh selama 42 jam. Telur asin disimpan pada kondisi suhu lingkungan (suhu 27-37 oC dan kelembaban relatif 32-42%) sampai 15 hari

BAB IV
PEMBAHASAN

a.        Telur Pidan
Telur pidan ditemukan di Cina dan merupakan telur nomor satu dari semua produk telur di China. Hal ini juga dikenal sebagai telur seratus tahun dan salah satu produk telur yang paling tradisional dan populer di Cina dan negara-negara Asia Tenggara.  Dalam proses pembuatan telur pidan terlebih dahulu cangkang dibersihkan dan di periksa apakah ada keretakan. Selain untuk menghilangkan kotoran cara ini juga berfungsi untuk membuka pori-pori telur.
Pidan dibuat dari telur bebek yang diawetkan di dalam larutan NaOH dan NaCl. Pembentukan Pidan disebabkan oleh penetrasi alkali melalui kulit telur dan membran, menyebabkan perubahan kimia dalam komponen telur. Umumnya, albumen dan kuning telur secara bertahap menjadi padat dan mengeras. Namun, beberapa logam berat, terutama timbal, yang biasanya ditambahkan untuk meningkatkan kualitas Pidan dalam proses tradisional. Akibatnya, produk memiliki kandungan timbal yang tinggi.
Penambahan timbal oksida diketahui bisa mempercepat proses pembuatan telur pidan, walaupun berbahaya karena bersifat racun. Kini alternatif yang lebih aman digunakan yaitu zinc. Meskipun zinc dibutuhkan dalam jumlah kecil, namun konsumsi yang berlebihan bisa menyebabkan tubuh kekurangan zat tembaga. Selain itu, angka pH yang tinggi, sekitar 9 membuat telur pidan memungkinkan terjadinya perkembangan bakteri, karena angka pHnya tidak cukup tinggi untuk bisa menekan perkembangan bakteri.
Selama pengawetan dengan zinc oksida pH telur pidan meningkat pesat pada hari 0 samapai hari ke 15, kemudian menurun dengan cepat pada hari ke 15 sampai hari ke 25. Penignkatan  pH menunjukkan migrasi alkali dari larutan pengawet.
Perubahan tekstur telur pidan selama pengawetan yaitu terjadi kekerasan pada albumin telur. Kekerasan meningkat pada hari ke 5 sampai ke 10 dan menurun dari hari ke 10 sampai hari ke 15. Penurunan kekerasan albumin telur mungkin karena peningkatan pH.
NaCl berfungsi memberikan rasa asin pada telur, selain itu juga berfungsi sebagai pengawet. Sifat NaCl adalah higroskopis atau menyerap air, sehingga adanya NaCl akan menghambat terjadinya reaksi autolisis sehingga dapat membunuh baktei yang ada di dalam telur.

b.        Tepung Telur
Penambahan etanol secara ekonomis dan nutrisi memiliki keuntungan dimana dapat diekstraksi kembali dan sebagai pengawet alami serta mencegah invasi mikroba pada produk kering sehingga menyebabkan waktu penyimpanan menjadi lebih lama.
Metode ini untuk mengurangi jumlah protein seperti ovalbumin dan ovomucoid yang menyebabkan masalah pencernaan. Penambahan 20% ethanol pada sampel telur segar, dapat memisahkan protein. Hal ini merupakan kelemahan utama dari produk telur ini untuk dikonsumsi sebagai suplemen nutrisi untuk pasien jantung, pasien obesitas dan bayi.
Pengawetan dengan penambahan etanol dipelajari melalui serangkaian analisis bakteri dan jamur. Beberapa perubahan dapat terjadi dalam populasi mikrobiologis telur selama pengeringan. Misalnya, total jumlah bakteri bisa  sangat rendah, tergantung pada jenis mikroorganisme yang ada pada telur serta pada kondisi yang digunakan dalam pengeringan. Beberapa bakteri mungkin cukup sensitif  terhadap pengeringan. Kombinasi pasteurisasi atau perlakuan panas sebelum pengeringan, dan perlakuan panas dari produk jadi memastikan populasi bakteri sangat rendah.
Dalam kemasan, pada kondisi normal produk akan bebas bau dan memiliki kelembaban relatif 25 sampai 65%. Produk dapat disimpan selama 18 bulan setelah produksi.
Komposisi gizi menunjukkan nilai yang tinggi. Ini merupakan indikasi bahwa suhu pengeringan tidak mempengaruhi nilai gizi dari komponen telur yang di oven kering. Kelembaban cukup rendah untuk memperpanjang umur simpan tepung telur dalam lingkungan.


c.         Telur Asin
Telur asin mengalami sedikit penurunan pada indeks albumin. Indeks Albumin biasanya berkurang karena peningkatan pH albumin yang menyebabkan interaksi antara lisozim dan ovomucin, sehingga meningkatkan degradasi ovomucin. Penggaraman mungkin mencegah kerusakan ovomucin dan dengan demikian menghambat penurunan indeks albumin.
Biasanya cuka sintetis mengandung asam asetat 98%. Selain memberikan  rasa asam, cuka ini juga bisa digunakan sebagai bahan pengawet. Penggunaanya disesuaikan dengan jenis produk yang diawetkan. Selain meningkatkan daya simpan, cuka juga dapat mempertahankan warna atau mencegah reaksi browning/pencokelatan.
NaCl berfungsi sebagai pencipta rasa asin dan dapat mengurangi kelarutan oksigen (oksigen diperlukan oleh bakteri), menghambat kerja enzim proteolitik (enzim perusak protein), dan menyerap air dari dalam telur. Berkurangnya kadar air menyebabkan telur menjadi awet. NaCl akan masuk ke dalam telur dengan cara merembes ke pori-pori kulit, menuju ke bagian putih telur dan akhirnya ke kuning telur. NaCl mula-mula diubah  menjadi ion natrium (Na+) dan ion chlor (Cl-). Ion chlor inilah yang berperan sebagai pengawet dan menghambat pertumbuhan bakteri.


BAB V
KESIMPULAN

1.   Metode pembuatan telur pidan dengan menggunakan zinc sebagai pengganti timbal oksida ternyata memiliki periode pengolahan yang lebih singkat selain itu juga dapat meningkatkan kualitas telur jika di bandingkan dengan pengolahan menggunakan timbal oksida.
2.        Pengeringan tepung telur dengan menggunakan etanol merupakan metode yang efektif dan menghasilkan produk yang berkualitas.
3.        Karakteristik fisik dan kimia Telur ayam asin dapat dipertahankan selama durasi penyimpanan yang lama dan memiliki rasa yang dapat di terima.



DAFTAR PUSTAKA

BU Hong-yu and MA Mei-hu. 2011. Different Effects of Zinc Salts on Preserved Egg Processing. College of Food Science and Technology, Huazhong Agricultural University, Wuhan 430070, China.

Kumaravel S, et all. 2012. Effect of Oven drying on the nutritional properties of whole egg and its components. International Journal of Food and Nutrition Science Vol 1 No.1. India.

Marandi S, et all. 2013. Quality Changes in Salted Chicken Eggs.  International Journal of Food Nutrition and Safety, 2013, 3(1): 7-14. Florida, USA.

 


 

 
 

Problem Pakan Antara Sistem Grazing dan Sistem Cut and Carry Terhadap Kesehatan Ternak

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Usaha untuk meningkatkan produktifitas ternak di negara berkembang biasanya dibatasi oleh dua hal, yaitu nutrisi dan kesehatan. Problem kekurangan nutrisi (undernutrition) pada umumnya terjadi pada akhir musim kemarau atau awal musim hujan, dimana tanaman belum tumbuh dengan baik dan produk hasil samping pertanian belum banyak.
Salah satu permasalahan pemeliharaan peternakan di Asia Tenggara yaitu terkait keberadaan parasit terutama endoparasit. Rendahnya produktifitas di negara-negara berkembang termasuk Indonesia, dipengaruhi oleh rendahnya efisiensi pakan dan manajemen, dan keterbatasan terutama karena parasit. Untuk itu kontrol dan pencegahan parasit pada saat ini menjadi suatu perhatian yang serius, khususnya ruminansia. Salah satu cara untuk mengatasi parasit adalah melakukan pengaturan padang penggembalaan (Kustantinah, 2010).
Di Indonesia infeksi endoparasit sangat menyebabkan kerugian bagi petani peternak karena kehilangan keuntungan dan produktivitas ternak tidak optimal karena cacing merupakan salah satu parasit yang sangat berpengaruh terhadap penurunan produktivitas ternak.

1.2. Rumusan Masalah
Indonesia memiliki aset yang sangat luas berupa padang penggembalaan yang terdapat di beberapa daerah. Hal ini sangat memungkinkan untuk pengembangan ternak gembala seperti sapi potong. Namun terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan ternak sehingga menyebabkan penurunan produktivitas ternak.

1.3. Tujuan

Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan ternak terhadap ketersediaan pakan pada sistem peternakan penggembalaan (grazing) dan campuran (cut and carry) yang dapat menurunkan produktivitas ternak.

BAB II
PEMBAHASAN

Permasalahan penurunan produktifitas ternak dengan penggembalaan disebabkan karena adanya berbagai faktor yang saling berinteraksi dalam mempengaruhi produktifitas ternak. Faktor tersebut misalnya nutrisi, lingkungan, dan tatalaksana penyebaran penyakit ternak di padang penggembalaan.
Sebagian besar masyarakat di Indonesia umumnya memelihara sapi secara tradisional. Pemeliharaan sapi dengan sistem gembala merupakan peluang besar bagi parasit untuk berkembang biak. Peternak kecil di Indonesia umumnya menggunakan sistem penggembalaan dengan membiarkan ternak mencari makan sendiri bahkan ada yang sama sekali tidak dikandangkan.
Pada proses penggembalaan (grazing) ini banyak faktor yang perlu dipertimbangkan mengingat proses ini sangat komplek, hal ini berbeda dengan sistem cut and carry yang mana faktor yang mempengaruhi pertumbuhan hijauan maupun ternak mudah diatur oleh manusia. Pada sistem cut and carry seleksi hijauan didahului dari peternak saat mencari rumput, bila peternak mendapatkan hijauan kualitas rendah, maka ternak dalam kandang akan diberi pakan tambahan berupa konsentrat sebagai tambahan gizi. Tanaman yang dipanen dengan sistim cut and carry adalah pemotongan oleh peternak, sedangkan pada sistem penggembalaan sangat banyak seperti perebutan pakan, injakan serta sebaran kotoran ternak yang masih segar.
Pemeliharaan ternak yang digembalakan memiliki arti bahwa ternak memilih dan mengambil sendiri hijauan yang di makannya. Dengan demikian jika hijauan baik maka diharapkan produksi ternak akan lebih baik pula. Akan tetapi jika hijauan buruk maka kemungkinan produksi ternak akan menurun dan ada kemungkinan ternak akan memakan hijauan yang beracun.
Salah satu penyakit pada ternak sapi yang cukup merugikan adalah penyakit parasit. Penyakit ini berbeda dengan penyakit ternak yang disebabkan oleh virus dan bakteri, karena kerugian ekonomi yang disebabkan oleh virus dan bakteri dapat diketahui dengan mudah melalui kematian ternak. Kerugian utama akibat penyakit parasit adalah kekurusan, terlambatnya pertumbuhan, turunnya daya tahan tubuh terhadap penyakit lain dan gangguan metabolisme. Parasit gastrointestinal menyebabkan penurunan produksi ternak secara luas dan sering diabaikan sehingga dapat menyebabkan kerugian pada hewan muda. Parasit ini terdiri dari protozoa seperti Coccidia, dan sejumlah kelompok cacing dari kelas nematoda, cestoda, dan trematoda.
Helminthiasis gastrointestinal merupakan masalah besar bagi peternakan di Indonesia. Kasus infestasi cacing Toxocara vitulorum dan cacing genus Fasciola banyak menyerang sapi pada peternakan rakyat sehingga berakibat menurunkan bobot hidup hingga mencapai sekitar 30%, dan kematian ternak mencapai 17% terutama pada ternak muda. Parasit gastrointestinal lain seperti Coccidia menyebabkan kerugian ekonomi karena tingginya tingkat kematian dan menurunnya produktifitas akibat terhambatnya pertumbuhan, biaya antikoksi yang mahal, pemberian obat (Rehman et al., 2010).
Permasalahan tersebut tidak mendapatkan perhatian terutama pada peternakan dengan skala tradisional, karena terkendala oleh kurangnya pengetahuan peternak tentang manajemen kesehatan hewan dan faktor modal.
Siklus hidup parasit yaitu telur dikeluarkan bersama feses, lalu telur menetas di alam bebas dan berkembang menjadi larva. Pada stadium larva yang infektif parasit biasanya terdapat pada ujung daun pada rumput gembala yang basah (berembun) hal ini karena larva infektif menyukai kelembaban dan akan mati bila terkena sinar UV (Rahayu, 2012).
Siklus hidup Fasciola sp


Oleh karena itu tindakan preventif yang dapat dilakukan dengan cara mengandangkan hewan ternak, memberikan pakan berkualitas, menjaga sanitasi kandang, pemberian obat cacing secara berkala dan kontrol kesehatan dari dokter hewan setempat. Tindakan lainnya yaitu menghindari padang gembala yang basah sehingga tertelannya larva infektif yang menempel di daun dapat di hindari.
Tindakan preventif bagi sistem peternakan campuran (cut and carry) adalah dengan menghindari pengambilan hijauan rumput oleh peternak pada pagi hari sebelum jam 09.00 karena diharapkan pengambilan pakan hijauan diatas jam 09.00 pagi sudah terkena sinar matahari, dimana larva akan mati apabila terkena sinar UV. Dengan demikian dapat meminimalisir investasi parasit pada pakan hijauan ternak. Selain itu, lokasi penggembalaan harus memiliki status bebas dari penyakit hewan berbahaya misalnya penyakit anthrax.

BAB III
KESIMPULAN

Sistem pemeliharaan yang masih tradisional merupakan peluang besar bagi parasit untuk berkembang biak. Permasalahan penyakit parasit pada hewan seringkali tidak disadari. Hal ini disebabkan penyakit berjalan kronis dan tingkat mortalitasnya rendah namun menyebabkan kerugian ekonomi yang cukup besar karena turunnya nilai dari performan hewan, baik kualitas maupun kuantitasnya.
Pada sistem peternakan campuran pemberian pakan hijauan dapat diatur oleh peternak meskipun tidak menutup kemungkinan ternak terinfeksi penyakit-penyakit parasit setidaknya dapat meminimalisir infestasi parasit pada pakan hijauan, selain itu hijauan yang di berikan adalah hijauan yang berkualitas baik.

DAFTAR PUSTAKA

Kustantinah. 2010. Penggembalaan dan Kontrol Biologi Atasi Parasit Pada Kambing. http://www.ugm.ac.id/id/berita/2516pengukuhan.prof .kustantinah:penggembalaan.dan.kontrol.biologi.atasi.parasit.pada.kambing.

Rahayu I, D. 2012. Penyakit Pada Ruminansia. http: //peternakan.umm.ac.id/ id/umm-news-2849-penyakit-pada-ruminansia.html

Rehman et al. 2010. Epidemiology and Economic benefits of Treating Goats coccidiosis. University of Agriculture. Pakistan.


Ekstraksi, Purifikasi, dan Karakterisasi Lipopolisakarida dari Escherichia coli dan Salmonella typhi

Intisari terjemahan jurnal mikrobiologi (Rezania et all. 2011. Extraction, Purification and Characterization of Lipopolysaccharide from Escherichia coli and Salmonella typhi. Nanobiotechnology Research Center, Avicenna Research Institute, ACECR, Tehran, Iran. ). 



Lipopolisakarida (LPS) merupakan komponen luar utama membran sel bakteri Gram negatif. struktur dasarnya terdiri dari tiga bagian yaitu sebuah lipid, inti oligosakarida dan polisakarida. LPS menyebabkan efek patofisiologi seperti demam, leukopenia, dan leukositosis, dll. karena peran LPS yang menyebabkan banyak penyakit, sehingga mendorong para peneliti untuk melakukan studi yang diarahkan pada isolasi dan pemurnian.

Prosedur ekstraksi dan purifikasi yang digunakan yaitu dengan metode hot aqua fenol. metode ini menghasilkan tingkat kemurnian yang tinggi dengan kontaminasi protein dan asam nukleat yang sangat rendah.

Purifikasi LPS di evaluasi dengan pewarnaan silver dan coomassie blue gel SDS PAGE dan analisis HPLC. dan untuk menegaskan aktifitas fungsional LPS murni dengan uji koagulasi limulus Amebocyte lysate  (LAL) dan uji pirogen kelinci.

Metode 






HASIL


LPS murniyang ditandai dengan elektroforesis SDS-PAGEdiikuti oleh pewarnaan silver dancommassie blue dan HPLC. Hasil pewarnaan silver jelas menunjukkan Pola tangga band dengan beberapa anak tangga yang merupakan karakteristik dari jenis bakteri Gram negatif karena variasi panjang rantai karbohidratpadabagianO-antigen. LPS dapat diklasifikasikan menjadi jenis halus dan kasar berdasarkan ada atau tidak adanya struktur seperti tangga. Bentuk LPS kasartidak memiliki struktur sepertitanggakarena kurangnya rantai 'O' spesifikyang mengandung unitoligopolysaccharides.
Perlu dicatat bahwa adavariasi dalam beberapa profil pitaLPS dari E.coli dan S.typhi yangterletakpadaperbedaan pada struktur LPS. Variasi inipada struktur dasar LPS untuk berbagaisusunankimiayang diamati pada bakteri Gram negatif. Hasil pewarnaan commassie bluedariLPS murnimengungkapkan adanya kontaminasi protein bakteri, untukefektivitas penghapusan protein yaitudengan perlakuanproteinase. Hasil pewarnaan silver dikonfirmasi dengan analisis HPLC yang menunjukkan sebuah band LPS murni pada kedua kasus.

Analisis HPLC




Uji koagulasi limulus Amebocyte lysate  (LAL) 

Prinsip LAL assay koagulasi di dasarkan pada endotoksin yang mengaktifkan proenzim Limulus Amebocyte Lysate  (LAL), menghasilkan pembentukan gel, hasil uji koagulasi LAL kualitatif menunjukkan aktifitas fungsional LPS murni seperti yang di tunjukkan oleh pembentukan gel pada vial yang berisi LAL.

Ui Pirogen Kelinci

Suhu rektal awal dua kelinci adalah 38,3 dan 38,4 derajat celcius. injeksi LPS dari E. coli dan S. typhi menyebabkan meningkatnya suhu rektal sampai 39,7 dan 39,9 derajat celcius. kelinci kontrol yang diberi perlakuan dengan PBS tidak menunjukkan fluktuasi yang signifikan dari suhu tubuh awal.

Kesimpulan

meskipun tingkat kemurnian LPS adalah ukuran yang paling baik dalam sistem pemurnian, aktifitas fungsional dari produk akhir juga penting. dalam konteks ini, hasil kelinci pirogen dan tes koagulasi LAL jelas terbukti aktifitas fungsional dari produk yang dimurnikan. sebagai kesimpulan, protokal yang disajikan disini dapat digunakan untuk isolasi LPS dengan tingkat kemurnian dan aktifitas fungsional yang tinggi dari strain yang berbeda.








Safety Risk Group Avian Influenza

Avian Influenza merupakan salah satu penyakit yang  termasuk ke dalam Safety Risk Group 3. Sehingga untuk aktifitas diagnostik dan penelitian strain Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI) dianjurkan menggunakan prosedur BSL-3 atau ABSL-3. Sedangkan untuk strain virus influenza pada manusia (misalnya, H1/H3/B) dan strain Low Pathogenicity Avian Influenza (LPAI) (misalnya, H1-4, H6 , H8-16), serta virus influenza kuda dan babi Fasilitas laboratorium yang digunakan adalah BSL-2 atau ABSL-2.
Tipe laboratorium untuk menangani agen Avian Influenza adalah tipe diagnostik khusus dan riset. Peralatan laboratorium yang harus ada yaitu peralatan dari BSL-1 dan BSL-2 di tambah dengan biosafety cabinet kelas II atau III dengan pengendalian sistem aliran udara dengan tekanan negatif dan aliran ke satu arah, bioaerosol container, adanya penanganan aerosol atau perlindungan sistem respirasi, penanganan benda tajam, biohazard sign, dan good microbiological techniques, pintu masuk berlapis ganda, jalur masuk udara tertutup, dinding lantai dan plafon tahan air agar mudah dibersihkan.

PPE yang digunakan untuk mengurangi resiko dalam menangani agen antara lain : jas lab solid di bagian depan, alas kaki tertutup dan shoe cover, sarung tangan dobel, goggle, masker/ respirator, penutup kepala.
Untuk kultur sel non infeksius1, bersifat steril dan tidak menggunakan senyawa kimia berbahaya dapat menggunakan Biosafety Cabinet kelas II (BSC kelas II) atau Laminar Flow Biological Safety Cabinets yang memproteksi personel, produk dan lingkungan. Laminar Flow ini memberikan aliran udara untuk melindungi personel, aliran ke bawah dengan HEPA filtered air ke area kerja untuk melindungi produk sehingga tetap steril. Dan exhaust HEPA filtered air untuk melindungi lingkungan dari partikulat dan aerosol hazard.
Prosedur laboratorium yang melibatkan agen anti kanker dengan DMSO dan selanjutnya menggunakan methanol-KOH untuk denaturasi. Untuk pengerjaan uji tersebut dapat menggunakan Biosafety Cabinet kelas II (BSC kelas II) tipe B yaitu BSC yang dapat melindungi personil, produk dan lingkungan dari bahan kimia berbahaya seperti karsinogen. HEPA exhaust filter untuk melindungi lingkungan dari aerosol hazard yaitu methanol yang sifatnya mudah menguap dan mudah terbakar.
Uji yang menggunakan kultur sel, untuk melihat pengaruh senyawa aktif obat-obatan terhadap sel dapat menggunakan Biosafety Cabinet kelas II (BSC kelas II) tipe B 2 yaitu BSC yang memiliki total exhaust sehingga sangat sesuai untuk uji yang menggunakan senyawa aktif obat-obatan yang merupakan senyawa-senyawa kimia berbahaya bagi personil maupun lingkungan. Dan juga terdapat containment untuk bahan-bahan biologi dan kimia.



Keracunan Ivermectin

Haloo Pet Lovers... saya mau berbagi cerita dan pengalaman, semoga bermanfaat untuk anda semua para pet lovers...

Berawal dari pengalaman saya ketika praktek di sebuah pet shop di daerah Depok. jadwal praktek saya tidak setiap hari sudah tertera di depan pintu masuk pet shop yaitu hanya 2 hari dalam seminggu. sehingga apabila klien datang di luar jadwal praktek pasti tidak akan bertmu saya dan kemungkinan hewan kesayangan anda yang sedang sakit akan di tangani oleh pegawai pet shop, bukan di tangani oleh dokter hewan.

saya sebagai dokter hewan tentu saja tidak pernah memberi wewenang kepada pegawai petshop untuk memberikan tindakan penanganan terhadap pasien. sehingga penanganan yang dilakukan tanpa instruksi apapun dari dokter hewan. memang pegawai tersebut sering melihat saya dalam menangani hewan akan tetapi mereka tidak tau tentang dosis yang tepat.

sampai pada suatu hari ada seorang klien yang datang membawa kucingnya yang dari awal sudah jelas saya lihat menunjukkan gejala keracunan. setelah menganamnesa ternyata kucing tersebut 3 hari yang lalu di suntik ivermectin oleh pegawai petshop.... merasa wewenang saya di langkahi tentu saja saya tidak merasa harus bertanggung jawab dengan kasus tersebut. kondisi kucing sudah sangat parah, mulut berbusa busa, paralisa otot, dan pupil mata membesar.




gejala terlihat sehari setelah penyuntikan ivermectin. ivermectin merupakan obat antiparasit berspectrum luas, aplikasi obat bisa peroral atau subcutan. obat ini memiliki efek samping apabila overdosis menyebabkan neurotoksisitas dengan gejala yang muncul adalah depresi sistem syaraf pusat, tremor, muntah, ataksia, koma dan dapat berujung pada kematian.

oleh karena itu kepada semua pet lovers diharapkan ketika membawa hewan kesayangan anda yang sedang sakit, pastikan hewan anda ditangani oleh ahlinya yaitu seorang dokter hewan. terimakasih... 


Pages - Menu

Blogroll

Blogger templates

Blogger news